by AN Narendra — This research focuses on the symbols contained in the four Buavita video ads, Buavita Mix Berries, Buavita Kelapa, Buavita Mangga, and Buavita Jambu.
138 KB – 19 Pages
PAGE – 1 ============
Vol . 10 No.2 Juli 20 1 9 ISSN 2338 – 428 X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i2.2243 ISSN 2086 – 308 X (Cetak) 107 FORM OF STANDARDIZATION AND STEREOTYPING PRACTICES THROUGH MESSAGE OF VIDEO ADS BUAVITA Asnurul Novia Narendra 1 , Sri Kusuma Habsari 2 , dan Deny Tri Ardianto 3 1 Universitas Sebelas Maret Surakarta 2 Universitas Sebelas Maret Surakarta 3 Universitas Sebelas Maret Surakarta E – mail : annarendra@student.uns.ac.id ABSTRACT This research focuses on the symbols contained in the four Buavita video ads, namely Buavita Mix Berries, Buavita Kelapa, Buavita Mangga, and Buavita Jambu. These ad videos seem to be able to segment the community into a type of society. The research aims to prove the existence of certain symbols in t he Buavita advertisement video as a practice of hegemony and perpetuating gender inequality. This research uses descriptive qualitative method with four theories of cultural studies as the theoretical basis. The results showed that Buavita’s ad – style healt hy lifestyle became a trick of capitalism in inviting people to consume symbols and make profits. The video presentation of Buavita’s advertisement is also a medium for the perpetuation of the concept of the traditional gender role that positions women as domestic agents, passive and consumptive, while men as non – domestic, active, and productive agents. Keywords : framework, conceptual framework, and qualitative research ABSTRAK Penelitian ini fokus pada simbol yang terdapat dalam empat video iklan Buavita yaitu Buavita Mix Berries, Buavita Kelapa, Buavita Mangga, dan Buavita Jambu. Video – video iklan tersebut tampak mampu mengkotakkan masyarakat kepada sebuah jenis masyarakat. Penelitian bertujuan membuktikan adanya simbol tertentu pada video iklan Buavita s ebagai praktik hegemoni dan pelanggengan gender inequality. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan empat teori kajian budaya sebagai dasar teoritisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup sehat ala video iklan Buavita menj adi trik kapitalisme dalam mengajak masyarakat mengkonsumsi simbol dan menghasilkan profit. Penayangan video iklan Buavita juga menjadi media pelanggengan konsep traditional gender role yang memposisikan wanita sebagai agen domestik, pasif dan konsumtif, s edangkan laki laki sebagai agen non – domestik, aktif, dan produktif. Kata kunci : kerangka kerja, kerangka konseptual, dan penelitian kualitatif 1. PENDAHULUAN Buavita merupakan salah satu merk minuman sari buah dalam kemasan yang telah diproduksi sejak ta hun 1971 oleh Unilever Indonesia dan diluncurkan oleh PT. Ultrajaya Milk Industri tbk (Unilever, 2017) . Buavita menjadi pelopor ahli minuman sari buah dalam kemasan siap santap yang menggunakan teknologi pengolahan pangan dan pengemasan yang mutakhir. Seb agai visi dan misinya, Buavita berkomitmen untuk hadir sebagai media pemerolehan nutrisi buah dan sayur bagi seluruh konsumen Buavita kapanpun dan
PAGE – 2 ============
108 dimanapun masyarakat berada (UnileverIndonesia, Tentang Buavita, 2015) . Buavita hadir dengan tiga jenis vari ant rasa yaitu classic, rasa khas Nusantara, dan royale (UnileverIndonesia, Produk Buavita, 2015) . Jenis rasa classic terdiri dari rasa apple, mango, lychee, orange , dan guava . Sedangkan rasa khas Nusantara terdiri dari rasa sirsak, markisa dan kelapa . Var ian terakhir adalah royale yang terdiri dari sunshine carrot, mix berry dan Chloro Broccoli (UnileverIndonesia, Produk Buavita, 2015) . Buavita menggunakan iklan televisi, Youtube, dan media cetak sebagai media promosi dan pengenalan produk kepada masyarak at. Melalui iklan, Buavita mengajak pemirsanya untuk mengkonsumsi minuman tersebut sebagai minuman pendamping dalam memenuhi kebutuhan tubuh terhadap vitamin dan mineral. Sebagai media promosi kepada masyarakatnya, perusahaan Buavita memproduksi berbagai macam video iklan dengan tema y ang beragam sesuai dengan jenis/ varian rasa yang dimiliki oleh Buavita . Video iklan tersebut d iantaranya adalah video iklan Buavita Royal Mix Berry, Buavita Rasa Nusantara, Buavita Orange, Buavita Mango, Buavita Jambu , dan ma sih banyak lagi. Produser video iklan Buavita juga menampilkan video iklan dengan berbagai sugesti mengenai manfaat buah d an sayur yang berbeda – beda sesuai jenisnya. Hal ini tentunya dimaksudkan mempermudah masyarakat dalam mengkonsumsi Buavita sesuai deng an jenis kebutuhan vitaminnya. Jika diartikan berdasarkan fungsi utama iklan yaitu sebagai media persuasif, video iklan Buavita tampak memiliki tujuan yaitu mengajak para konsumennya untuk berpola hidup sehat dengan mengkonsumsi jus Buavita yang mengandun g berbagai macam vitamin dan mineral yang berasal dari buah dan sayur. Hal ini terlihat dari t agline Buavita yaitu segala akti v tayangan tayangan iklan, serta kalimat yang terkandung dalam video iklan Buavita yang penulis temukan baik di televisi, radio, surat kabar, majalah, Youtube , hingga poster yang tersebar di sekitar lingkungan sosial penulis. Namun, video iklan tidak hanya hadir di masyarakat tanp a adanya tujuan implisit. Iklan sebagai salah satu produk industri budaya dipercaya mampu menjadi media yang digunakan oleh produsen dalam mengeneralisasikan rupa masyarakat. Dalam video iklan ini, khususnya yang ditujukan untuk masyarakat Indonesia, video iklan Buavita hadir tidak hanya sebagai standarisasi minuman sehat yang wajib dikonsumsi jika ingin mendapatkan tubuh yang sehat,
PAGE – 3 ============
Vol . 10 No.2 Juli 20 1 9 ISSN 2338 – 428 X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i2.2243 ISSN 2086 – 308 X (Cetak) 109 namun juga standarisasi status, kewajiban, hingga tujuan utama konsumen dalam mengkonsumsi buah dan sayur yang dibedakan berd asarkan gender melalui perbedaan jenis variant rasa Buavita . Pada pengemasan video iklannya, penulis melihat bahwa produsen Buavita melibatkan standarisasi stereotype yang mengatur pembagian status, kewajiban, hingga jen is buah dan sayur yang wajib dikonsu msi oleh laki laki ataupun perempuan melalui minuman Buavita . Penulis melihat hal ini melalui pembedaan jenis gender aktor yang digunakan oleh produsen Buavita sebagai model dalam video iklan serta pembedaan jenis Buavita yang dikonsumsi o leh aktor terseb ut. Selain dari pada itu, pembedaan tampak sebagai penjelas pesan serta ideologi yang bersumber dari produsen video iklan. Tentunya hal ini tidak lepas dari konstribusi media sebagai pembuat simulasi (standarisasi) mengenai bagaimana standari sasi penampilan wanita dan laki laki Indonesia dengan membentuk sebuah ukuran keaslian, kebenaran, serta sebuah realitas yang patut untuk ditiru dan dijalani oleh masyarakat melalui produk media (iklan) (Baudrillard, 2006:453 – 454) . Tujuan dari dibentuknya simulasi ini ti dak lain adalah keuntungan (profit) yang akan didapatkan oleh si pembuat iklan yang lagi lagi tidak terlepas dari sentuhan kapitalis kepada sistem konsumsi masyarakat (Baudrillard, 2006:453 – 454) . Berdasarkan keterangan di atas, penulis terdorong untuk mel ihat bagaimana video iklan Buavita hadir sebagai produk me dia yang dipengaruhi oleh unsur – unsur kapitalisme dalam membangun simulasi standar hidup sehat dengan cara mengajak para audience – nya untuk memenuhi kode kode yang disampaikan melalui video iklan Bu avita , yang tentunya melalui praktik konsumsi. Selain dari pada itu, penelitian juga ditujukan dalam melihat aturan stereotyping antara laki laki dan perempuan melalui perbedaan jenis buah dan sayur yang terkandung dalam jus Buavita yang dapat dikonsumsi o leh konsumen laki – laki dan perempuan. Penelitian dilengkapi dengan penggunaan metode kualitatif deskriptif dan empat teori kajian budaya yang terdiri dari pendekatan industri budaya, pendekatan stereotype, pendekatan simulasi, dan pendekatan kapitalisme g una mendapatkan hasil dari tujuan penelitian tersebut. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Budaya oleh Max Horkheimer dan Theodor W. Adorno Dalam artikelnya yang berjudul The Culture Industry: Englightenment as Mass Deception, Max Horkheimer beserta Adorno menegaskan bahwa zaman pencerahan yang selalu dikaitkan dengan perkembangan teknologi dan citra industri budaya yang hadir sebagai pemenuh kebutuhan masyarakat . S ebagai media , suara masyarakat hanyalah sebuah kedok
PAGE – 4 ============
110 media dalam menutupi tujuan sebenarnya i ndustri (bisnis) ideologi yang terbentuk dari gabungan beberapa institusi besar dalam hal mewujudkan kepentingan pihak terkait , yang tentunya berporos kepada keuntungan (profit) (Adorno & Horkheimer, 2006:42) . Adorno melihat bahwa i ndustri budaya membuat m edia – media budaya seperti iklan, televisi, radio, surat kabar, majalah, film, musik, ataupun produk budaya lainnya , yang tadinya dilihat masyarakat sebagai agen informasi pencerahan keadaan, justru menjadi sebuah media yang menentukan arah serta bentuk keh idupan manusia pada saat itu ataupun masa mendatang. Hal ini tentunya tidak lepas dari pesan yang terkadung di dalam produk industri budaya yang ditujukan kepada masyarakat. Industri budaya menjadi sebuah kekuatan pengatur kontrol sosial dan masyarakat (Ad orno & Horkheimer, 2006:46) , s ehingga timbul hegemoni budaya pada model kehidupan manusia oleh media. S istem kapitalisme mewadahi media yang dikepalai oleh industri budaya menjadikan bisnis budaya sebagai bisnis ideologi dengan menciptakan produksi masal produk budaya yang mengkota k kan kehidupan masyarakat . Bisnis ini diatur oleh pihak – pihak yang memegang kekuasaan ( produser media ) dan ditujukan kepada konsumer media ( masyarakat ) . Kedudukan – kedudukan pihak – pihak ini juga yang memunculkan adanya prinsip dom inasi, dimana produse n dan kawan – kawannya berhak mengatur konsep budaya yang akan diterima oleh konsume n. (Adorno & Horkheimer, 2006:51) . Fenomena ini tentunya terlihat dari pesan yang terkandung di dalam sebuah iklan yang ditujukan kepada masyarakat. Se cara kasat mata, iklan dilihat hanya sebagai media promosi dalam memperkenalkan hingga melariskan barang dagangan. Namun, jika dilihat lebih dalam, iklan yang mengandung banyak kode budaya, berdiri sebagai pembentuk standarisasi masyarakat, yang secara tid ak sengaja memaksa audience – nya untuk mau mengkonsumsi simbol simbol yang ditawarkan demi memenuhi bentuk kenormalan dalam sebuah kehidupan. 2.2. Stereotype oleh Richard Dyer Richard Dyer melihat bahwa stereotype hadir sebagai proses pembuatan jenis man usia yang diiringi dengan proses pemberhentian gagasan, generalisasi sistem kehidupan, serta penciptaan standar nilai baik dan buruk yang didukung dengan kehadiran media sebagai alat pendistribusian pesan (Dyer, 2006:353 – 354) . Melalui kode kode yang dibuat oleh produsen pesan, stereotype mengkotak k an kelompok masyarakat menjadi berbagai macam ukuran seperti baik atau buruk, normal atau tidak normal, feminist atau maskulin, dan sebagainya (Dyer, 2006:357 – 358) . Stereotype dengan
PAGE – 5 ============
Vol . 10 No.2 Juli 20 1 9 ISSN 2338 – 428 X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i2.2243 ISSN 2086 – 308 X (Cetak) 111 otomatis mempengaruhi fungsi s erta tugas yang dimiliki oleh masyarakatnya melalui kelompok – kelompok masyarakat (Dyer, 2006:359) . Kelanggengan stereotype bergantung kepada suara dominan yang ber kembang di masyarakat. Media sebagai salah satu alat pelanggeng stereotype sangat berperan a ktif dalam menaikkan ataupun menjatuhkan bentuk stereotype di masyarakat, setelah pengetahuan masyarakat yang bersumber dari agama, pendidikan, budaya, ras, dan lainnya. Semakin memiliki dukungan suara dan di setujui oleh masyarakat, maka akan semakin paten stereotype yang berlaku. D ampaknya, masyarakat berbondong bondong meng konsumsi simbol simbol yang disyaratkan oleh sebuah stereotype Bagi mereka yang tidak mampu mengkonsumsi simbol simbol stereotype yang berlaku di masyarakatnya, tentunya akan terasingkan atau bahwa mengasingkan dirinya sendiri dari masyarakatnya. 2.3. Simulasi oleh Jean Baudrillard Baudrillard melihat bahwa saat ini tidak ada kehidupan yang benar dan asli, karena semua itu hanya berupa simulasi. Media sebagai produsen bentuk simulasi berperan akti f dalam mendistribusikan bentuk bentuk tersebut kepada masyarakat, tentunya menggunakan proses encoding decoding , dan membentuk suatu generalisasi terhadap kehidupan. Media membuat simulasi yang mereka p roduksi untuk dapat dilihat bagi masyarakat yang menerimanya sebagai suatu keaslian, kebenaran, realitas yang sebenarnya terjadi pada masyarakat. Sehingga masyarakat melihat simulasi yang ada sebagai kebenaran kehidupan yang patut dipercayai dan ditiru (Ba udrillard, 2006: 453 – 457) . Baudrillard menarik pandangannya mengenai dunia simulasi ini ke dalam proses konsumsi masyarakat. Ia melihat bahwa saat ini, praktik konsumsi dijadikan sebagai poros penilaian kehidupan dan tatanan sosial. Produk media, salah sa tunya iklan, disajikan oleh media dengan tujuan mengambil alih peran dalam hal pembentukan norma dan aturan di masyarakat dan kemudian mengalihkan standariasi hedonistik sebagai poros sebuah kesenangan kehidupan, s ehingga bergeserlah nilai nilai kebenaran yang dahulunya dicetuskan oleh pengalaman, namun kini sederhana muncul dari sebuah simbol yang dibawakan oleh media. Inilah yang disebut sebagai hyperealitas. Dimana batasan antara kebenaran dengan simulasi telah musnah (Baudrillard, 2006:60 – 61) . Sebagai salah satu produk media, iklan dijadikan bahan pembuatan simulasi dimana masyarakat dipaksa mempercayai bahwa apa yang dibawakan oleh media adalah benar, sehingga ketika masyarakat ingin memiliki kehidupan yang normal dan
PAGE – 6 ============
112 benar, mereka harus memenuhi bentu k simulasi yang dibawakan oleh media tersebut. 2.4. Kapitalisme oleh Karl Marx Karl Marx begitu tertarik dalam melihat bagaimana sebuah ideologi mempengaruhi kekuasaan serta kedudukan yang kemudian ia sandingkan dengan industri budaya dan praktik kapitali sme. Marx beranggapan bahwa ideologi digunakan oleh kelas penguasa dalam melanggengkan serta mengamankan kekuasaannya (Strinati, 2003 : 149) . Dalam German Ideology yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1845/1846, Max melihat kekuasaan dalam sebuah struktu r kelas sosial , memiliki kekuatan material dan intelektual, sehingga mampu memproduksi gagasan gagasan yang menjadi aturan kehidupan masyarakat (Marx, 1963 :93). Gagasan gagasan inilah yang diproduksi melalui industri budaya untuk dijadikan budaya massa da n dikonsumsi oleh masyarakatnya (masyarakat kapitalis). Semakin banyak masyarakat yang mengkonsumsi produk budaya dan meng – iya – kan gagasan yang dibuat oleh kelas penguasa, mak a akan semakin berjayalah kelas kelas pengusaha tersebut. Terdapat tiga proporsi empiris yang melatar belakangi pemikiran Marx mengenai kekuasaan kelas sosial, yaitu: produksi dan distribusi gagasan dipusatka n di tangan para pemilik sarana sar ana produksi kapitalis; gagasan gagasan yang diberlakukan akan semakin mengemuka dan mendomin asi pemikiran kelompok kelompok subordinat; dominasi ideologis berfungsi sebagai pertahanan sistem ketidak setaraan kelas yang umum, sehingga memberikan hak istimewa kelas peng usaha dan mengeksploitasi kelas kelas subordinat (Strinati, 2003 : 150) . Ketiga p roposi ini mendorong Marx untuk melihat bahwa cara kerja kekuasaan kelas sosial ini dipraktikan melalui industri budaya massa. Kelas penguasa menanamkan sistem konsumsi pada masyarakat sehingga mendorong mereka memproduksi dirinya secara material, dan alha sil menjadikan diri mereka sebagai bahan eksploitasi relasi kelas (Strinati, 2003 : 51) . Sebagai agen produksi gagasan massa, kelas penguasa mendorong masya rakat untuk mengkonsumsi simbol simbol yang telah mereka produksi, sebagai praktik penyetaraan diri m asyarakat terhadap suatu kelas yang ditetapkan. Ketika seseorang ingin membangun indentitas dirinya kepada identitas suatu kelas, maka waj ib untuknya mengkonsumsi simbol simbol yang telah diproduksi oleh kelas pengusaha tersebut. Keuntungan profitlah yang tentunya diharapkan oleh kelas kelas penguasa yang bertahta. Siapa yang berkuasa, maka i a lah yang berkah dalam menentukan simbol, idologi, serta gagasan yang
PAGE – 8 ============
114 dari pada itu, penggunaan metode dan teori tersebut juga ditujukan untuk melihat aturan stereotyping antara laki laki dan perempuan di Indonesia berdasarkan perbedaan varian Buavita yang harus dikonsumsi. 4. PEMBAHASAN Pembahasan penelitian terbagi ke dalam dua fokus, yaitu temuan simbol – simbol yang terka ndung dalam kalimat dan tayangan pada video iklan Buavita yang dipandang sebagai pembangun simulasi standar hidup sehat ala video iklan Buavita dan temuan aturan stereotyping antara laki – laki dan perempuan Indonesia berdasarkan perbedaan varian Buavita yan g harus dikonsumsi. 4.1 . Simulasi dan Standarisasi Hidup Sehat ala Video Iklan Buavita 4.1.1 Simulasi dan Standarisasi Hidup Sehat m elalui Kalimat Video Iklan Buavita Video iklan Buavita menggunakan kalimat pendukung sebagai penjelas atas ideologi dan j uga sugesti yang produser sampaikan kepada audience . Sugesti tersebut yang penulis lihat sebagai media penanam simulasi dan standarisasi hidup sehat bagi penonton video iklan tersebut. Berikut ini penjelasan atas beberapa cuplikan kalimat yang digunakan pa da beberapa video iklan Buavita . A. Kalimat Video Iklan Buavita Mix Berries Cuplikan kalimat pada video iklan Buavita Mix Berries: Pencernaan baik itu awal dari banyak hal baik, campuran unik lima buah berry yang mengandung serat pangan inulin jaga fu ngsi saluran cerna mu. Pengen kaya saya?, gaya hidup sehat, dan minum Buavita Mix Berries setiap Pada kalimat pertama yang dikeluarkan oleh video iklan Buavita Mix Berries, produsen video iklan menegaskan bahwa setiap manusia membutuhkan pencernaan yang baik sebagai awal dalam memiliki segala yang hal baik. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk memiliki pencernaan yang baik adalah dengan mengkonsumsi beberapa jenis buah berry yang mengandung serat pangan inulin dan mampu menjaga fungsi saluran ce rna manusia. Pada sisi ini, produsen Buavita membantu menginformasikan kepada masyarakat Indonesia bahwa mereka bisa mendapatkan serat pangan inulin melalui kandungan buah berry yang ada pada Buavita Mix Berries. Informasi dan ajakan ini tentunya ditujuka n untuk mendorong para audience video iklan agar mau mengkonsumsi Buavita Mix Berries dengan tujuan menjaga pencernaannya dan mendapatkan segala kebaikan dalam hidupnya. Tidak sesederhana itu, video iklan
PAGE – 9 ============
Vol . 10 No.2 Juli 20 1 9 ISSN 2338 – 428 X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i2.2243 ISSN 2086 – 308 X (Cetak) 115 Buavita Mix Berries secara otomatis membentuk stan darisasi tubuh sehat yaitu mereka yang memiliki saluran pencernaan baik. Mereka yang tidak memiliki saluran pencernaan yang baik dikategorikan oleh video iklan ini sebagai tubuh yang tidak sehat. Standarisasi hidup sehat juga dibentuk sebagai hidup yan g pa da tiap tiap harinya mengkonsumsi beberapa jenis buah berry. Bagi mereka yang tidak mengkonsumsi beberapa jenis buah berry, maka dapat dikatakan tidak memiliki saluran pencernaan yang baik dikarenakan tidak mengkonsumsi serta pangan inulin yang mampu menja ga kesehatan sistem pencernaan. Inilah yang disebut Baudrillard sebagai sebuah simulasi , dimana media membuat simulasi yang mereka produksi untuk dapat dilihat bagi masyarakat yang menerimanya sebagai suatu keaslian, kebenaran, realitas yang sebenarnya ter jadi pada masyarakat, sehingga masyarakat melihat simulasi yang ada sebagai kebenaran kehidupan yang patut dipercayai dan ditiru (Baudrillard, 2006:453 – 457) . Faktanya, serat pangan inulin tidak hanya dapat diperoleh melalui buah berry, namun juga bawang m erah, bawang daun, bawang putih, asparagus, pisang, dan gandum (Setiawan, 2017) . Jenis jenis sayuran tersebut tentunya lebih mudah ditemukan pada makanan seha ri hari. Justru, Buavita tidak memiliki varian rasa yang mengandung nutrisi dan vitamin dari bawan g merah, bawang daun, bawang putih, asparagus, pisang dan gandum. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa video iklan Buavita Mix Berries hanyalah alat yang digunakan oleh produser dalam membentuk standarisasi dan simulasi sebuah gaya hidup sehat menurut Buav ita , yang ditujukan untuk mempromosikan produknya dan bertujuan dalam pemerolehan profit. Bahkan, tanpa disadari oleh masyarakat, Buavita justru membatasi jenis makanan yang akan dikonsumsi oleh audience untuk mendapatkan serat pangan inulin karena hanya m enggunakan satu jenis buah, yaitu berry. Fakta ini seperti yang dijelaskan oleh Dyer bahwa produsen pesan (iklan) mencoba membangun kode kode yang ditujukan sebagai alat stereotyping , guna mengkota k kan masyarakat Indonesia ( audience iklan) m enjadi ukuran s eperti yang dike hendaki oleh produsennya (baik atau buruk, sehat atau tidak sehat, normal atau tidak normal, feminist atau maskulin, dan sebagainya) (Dyer, 2006:357 – 358) . Pengkotak k an masyarakat, pemandekan ideologi, serta penipuan massa inilah yang disebu t Adorno dan Hokheimer bahwasanya informasi dari media hanya sebuah pembodohan massa ( Enlightenment as Mass Decepetion ) (Adorno & Horkheimer, 2006:42) .
PAGE – 10 ============
116 B. Kalimat Video iklan Buavita Kelapa Cuplikan kalimat pada video iklan Buavita Kelapa : Jangan nyera h nak, nih biar semangat. Minum air kelapa segar multi manfaat dan mengandung vitamin B3 dari Buavita Kelapa baru setiap hari, bantu segarkan tekad dan usahamu meraih cita . Di dalam video iklan kedua yaitu Buavita Kelapa, dik atakan bah wa air kelapa mengandung multi manfaat dan vitamin B3 yang membantu memberikan kesegaran dan semangat. Video iklan ini menegaskan bahwa vitamin dan manfaat yang terkandung dalam buah kelapa dapat membantu setiap orang yang meminumnya untuk memiliki semang a t tinggi dan mampu meraih cita cita yang mereka impikan. Faktanya, vitamin B3 tidak hanya terkandung pada buah kelapa, melainkan buah mangga, sayur asparagus, kacang kacangan serta biji bijian, jamur, ikan tuna, ikan salmon, daging sapi, dada ayam, daging rusa, hati domba, telur dan susu. M anusia yang telah mengkonsumsi salah satu jenis makanan di atas, secara otomatis akan mendapatkan vitamin B3 dan kesegaran tubuh, meskipun tidak mengkonsumsi Buavita Kelapa . Hal ini membuktikan bahwa kembali Buavita menc oba membentuk standarisasi serta simulasi hidup sehat dengan kode vitamin B3 dan buah kelapa untuk mendorong audience – nya mengkonsumsi Buavita Kelapa. Ketika simulasi hidup sehat dibentuk, masyarakat akan lebih percaya terhadap wacana yang dibawakan oleh media daripada fakta asli yang tidak mereka ketahui , sehingga bergeserlah nilai nilai kebenaran yang dahulunya di hasil kan dari pengalaman, namun kini dengan sederhana muncul dari sebuah simbol yang dibawakan oleh media. Inilah yang disebut sebagai hypereal itas. Batasan antara kebenaran dengan simulasi telah musnah (Baudrillard, 2006 : 60 – 61) . Praktik pemb odohan massa melalui media lagi lagi dilakukan oleh video iklan Buavita . Video iklan Buavita hadir seakan akan sebagai pemenuh kebutuhan masyarakat akan vi tamin B3. Tetapi kenyataannya adalah penemuhan vitamin ini mendorong masyarakat untuk hanya mengkonsumsi Buavita Kelapa, bukan buah dan sayur pada jenis lainnya. Inilah yang disebut sebagai pembodohan cara hidup masyarakat yang berkembang dalam media seper ti yang dijelaskan oleh Adorno dan Hokheimer, bahwasanya perkembangan teknologi serta citra industri budaya yang hadir sebagai pemenuh kebutuhan masyarakat dan sebagai media suara masyarakat hanyalah sebuah kedok media dalam menutupi tujuan sebenarnya yait u industri (bisnis) ideologi , pemandekan ideologi masyarakat serta pembentukan paksa masyarakat yang bertujuan untuk
PAGE – 11 ============
Vol . 10 No.2 Juli 20 1 9 ISSN 2338 – 428 X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i2.2243 ISSN 2086 – 308 X (Cetak) 117 mewujudkan kepentingan pihak terkait yang tentunya berporos kepada keuntungan (profit) (Adorno & Horkheimer, 2006:42) . C. Kalimat Video Ik lan Buavita Mangga Cuplikan kalimat pada video iklan Buavita Mangga : Kita tahu mangga itu enak, tapi karena kaya vitamin C dan potassium, mangga juga bisa bantu fikiran tetap prima. Rahasia supaya pikiran tetap prima, hidup sehat dan teratur minum Buavita Mangga. Minum Buavita setiap hari temukan 1001 Video iklan Buavita yang selama ini dilihat oleh masyarakat dalam membantu memenuhi nutrisi harian masyarakat Indonesia, justru kembali membuat pengkota kk an jenis makanan dan minuman yang harus dikonsumsi masyarakat (tidak bebas). Pada video iklan Buavita Mangga, dis ebutkan bahwa buah mangga yang kaya akan vitamin C dan potassium dapat membantu menjaga fikiran tetap prima sehingga dapat berkonsentrasi pada pekerjaan yang kita miliki. Faktanya, p otassium tidak hanya terkandung pada buah mangga saja, melainkan pada umbi umbian, kacang kacang an, buah jeruk, yoghurt, kerang kerangan, ikan laut, susu sapi murni, pisang , telur, kacang merah, dan lain lain (Ana, 2017) . Adapun vitamin C tidak hanya terka ndung dalam buah mangga, melainkan buah jambu biji, blackcurrant, leci, papaya, stroberi, jeruk bali, nanas, markisa, jeruk, kiwi, sukun, belimbing, melon, alpukat, anggur hijau, pir, dan pisang (Anna, 2017) . Hal ini membuktikan bahwasanya video iklan Bua vita selalu mencoba untuk membentuk sebuah pengkota k kan dalam jenis makanan dan minuman yang wajib dikonsumsi oleh masyarakat demi memenuhi kebutuhan akan vitamin tertentu untuk memiliki konsentrasi dan pikiran yang prima. Padahal, masyarakat da pat memilih berbagai jenis buah buahan yang juga mengandung vitamin C dan potassium namun tidak berbentuk minuman Buavita untuk memiliki pikiran dan kons entrasi yang prima. Selain dari pada itu, standarisasi tubuh sehat yang dibangun oleh Buavita adalah mereka yang me miliki pikiran yang prima dan konsentarsi yang baik, sehingga mereka yang tidak memiliki kedua kriteria tersebut dapat dikatakan sebagai tubuh yang tidak sehat. Keadaan ini telah mampu diprediksi oleh Tocqueville (1864) yang menyebutkan bahwa monopoli bud aya membentuk masyarakat melanggengkan aturan You are free not to think as I do, your life, your property all that you shall keep. But from this day on you will be a stranger (Tocqueville, 1864:151) . Yang
138 KB – 19 Pages