31 KB – 266 Pages

PAGE – 2 ============
JudulProsiding Seminar Nasional Bagian IIPusat Penelitian Badan Keahlian DPR RIRevolusi Industri 4.0 dan Pembangunan Ekonomi BerkelanjutanPerpustakaan Nasional:Katalog Dalam Terbitan (KDT)ISBN: 978-623-9234-1-215,5 x 23 cmCetakan Pertama, 2019Hak cipta dilindungi oleh Undang-UndangAll rights reservedEditor:Prof. Dr. Carunia Mulya FirdausyProf. Dr. Achmad SuryanaDr. Riant NugrohoDr. Y.B. SuhartokoDesain Sampul dan Tata Letak:Tim Kreatif Lingkar Muda MandiriDiterbitkan oleh:Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RIGedung Nusantara I Lt. 2Jl. Gatot Subroto Jakarta 10270Telp. (021) 5715409 Fax. (021) 5715245Sanksi Pelanggaran Pasal 113Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak CiptaSetiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g, untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah)Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah)

PAGE – 3 ============
iiiKata PengantarKATA PENGANTARDalam beberapa dekade terakhir, telah terjadi perkembangan teknologi informasi dan internet yang sangat pesat yang mendorong terjadinya revolusi industri 4.0. Perkembangan teknologi ini tidak hanya sekadar membuka interaksi secara luas namun juga mendisrupsi berbagai bidang kehidupan manusia. Fenomena disrupsi memberikan dampak perubahan yang besar dalam berbagai bidang. Disrupsi tidak hanya mengubah bisnis, tapi fundamental bisnisnya. Mulai dari struktur biaya sampai ke budaya, dan bahkan ideologi dari sebuah industri. Paradigma bisnis pun bergeser dari penekanan owning menjadi sharing (kolaborasi). Contoh nyata adalah hadirnya Go-jek, perusahaan berbasis teknologi infrmasi yang memberikan layanan transportasi umum roda dua di awal berdirinya, telah mampu mengubah bisnis transportasi di Indonesia secara signifikan. Bahkan kehadiran perusahaan ini juga mengancam eksistensi bisnis taksi konvensional. Selain itu juga adanya perpindahan bisnis retail (toko fisik) ke dalam e-commerce yang menawarkan kemudahan dalam berbelanja, cukup memberikan dampak bagi industri retail di Indonesia. Dengan demikian, salah satu konsekuensi dari revolusi industri 4.0 adalah lahirnya proses digitalisasi dalam segala bidang. Hal ini juga yang menjadikan paradigma tentang ekonomi dan marketing juga berubah. Produksi, distribusi, hingga pemasaran harus mengikuti gerak digitaliasi ekonomi dunia yang terus berkembang. Tentu perubahan membawa sesuatu baru yang menguntung bagi pelaku ekonomi. Hari ini faktor ekonomi semua bergerak menuju digitaliasi ekonomi dengan menekankan kekuatan teknologi dan informasi. Jangkauan luas dan kecepatan yang signifikan menjadi keunggulan digitalisasi ekonomi tersebut. Revolusi industri ini akan menjadi corak umum pengembangan ekonomi global ke depan. Ibarat dua sisi pada sebuah koin, era baru yang penuh disrupsi ini menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi pemenuhan tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut. Pada satu sisi Implementasi Revolusi Industri 4.0 di satu sisi niscaya mendorong produktivitas dan efisiensi dalam produksi produk dan jasa. Selain

PAGE – 4 ============
ivRevolusi Industri 4.0 dan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutanitu, era baru ini menyediakan kemudahan dan kenyamanan bagi konsumen. Namun di sisi lain disrupsi berpotensi menghilangkan jenis pekerjaan tertentu atau meningkatkan angka pengangguran. Tanpa penanganan dan persiapan matang dan tepat, ancaman ini tentu akan menganggu upaya pemenuhan tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs), terutama terkait dengan pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi.Datangnya Revolusi Industri 4.0 adalah periode baru dengan perubahan yang mendalam dan transformatif. Transformasi Industri 4.0 melaju dengan kecepatan yang eksponensial, tidak linear. Karena itu, dunia perlu menanggapi Industri 4.0 dengan pendekatan yang terintegrasi dan komprehensif, melibatkan semua pemangku kepentingan, dari sektor publik dan swasta hingga akademisi dan masyarakat sipil. Untuk itu, topik mengenai revolusi industri 4.0 dan bagaimana pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan pembangunan ekonomi berkelanjutan, masih merupakan isu yang sangat penting untuk didiskusikan agar ditemukan formula yang tepat dalam pengambilan kebijakan yang tepat bagi pemangku kebijakan.Pada kesempatan yang baik ini, saya sampaikan selamat kepada para peneliti yang dengan tekun dan inovatif telah menghasilkan karya tulis ilmiah yang bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman terkait dengan revolusi industri 4.0 dan pembangunan ekonomi berkelanjutan. Saya juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Prof. Dr. Carunia Mulya Firdausy, Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana, M.S., Dr. Riant Nugroho, M.Si, dan Dr. Y.B. Suhartoko, ME yang telah mencurahkan pikiran dan waktunya dalam melakukan kegiatan editorial, sehingga buku ini layak untuk diterbitkan. Semoga invensi dan inovasi yang tersaji dalam buku ini bermanfaat bagi terciptanya kemajuan ekonomi Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0. Amin.Jakarta, Oktober 2019Kepala Pusat PenelitianBadan Keahlian DPR RIDr. Indra Pahlevi, S.IP., M.Si.

PAGE – 5 ============
vDaftar IsiDAFTAR ISIKATA PENGANTAR iiiDAFTAR ISI .vDIGITALISASI TATA NIAGA PERTANIAN MELALUIANALISIS FENOMENOLOGI-FENOMENOGRAFIDeni Aditya Susanto, Keri Pranata .1I. PENDAHULUAN . 1II. TINJAUAN PUSTAKA . 5III. METODOLOGI 10IV. PEMBAHASAN .. 13V. PENUTUP 21DAFTAR PUSTAKA .. 23MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BADAN USAHA MILIK DESAMahpud Sujai ..25I. PENDAHULUAN .. 25II. TINJAUAN PUSTAKA .. 26III. METODOLOGI 30IV. PEMBAHASAN .. 30V. PENUTUP 35DAFTAR PUSTAKA .. 37PERAN KERJASAMA PERDAGANGAN ANTARA ASEAN DAN INDIA DALAM EKONOMI-POLITIK UNTUKPEMBANGUNAN BERKELANJUTANKumara Jati, Aziza Rahmaniar Salam, Dian Dwi Laksani, danRizky Eka Putri .39I. PENDAHULUAN .. 40II. TINJAUAN PUSTAKA .. 42III. METODOLOGI 43IV. PERAN KERJASAMA PERDAGANGAN ANTARA ASEANDAN INDIA DALAM EKONOMI-POLITIK UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN .. 45

PAGE – 6 ============
viRevolusi Industri 4.0 dan Pembangunan Ekonomi BerkelanjutanV. PENUTUP 53DAFTAR PUSTAKA .. 54MODEL PENGEMBANGAN KLASTER UMKM KELAS DUNIA BERBASIS INOVASI DAN KEARIFAN LOKALDeni Aditya Susanto, dan Keri Pranata 57I. PENDAHULUAN .. 58II. TINJAUAN PUSTAKA .. 60III. METODOLOGI 65IV. PEMBAHASAN .. 68V. PENUTUP 75DAFTAR PUSTAKA .. 78ANALISIS KONSISTENSI KEBIJAKAN INSENTIF PAJAKDI INDONESIA Benny Gunawan Ardiansyah dan Rachmad Utomo .81I. PENDAHULUAN .. 81II. TINJAUAN PUSTAKA .. 83III. METODOLOGI 87IV. PEMBAHASAN .. 88V. PENUTUP 97DAFTAR PUSTAKA .. 98PENERAPAN MARITIME DOMAIN AWARENESS SEBAGAILANGKAH PEMBANGUNAN EKONOMI BERKELANJUTAN PROVINSI BALIEma Nurhayati dan Rivaldi Ananda Dwi Putra ..105I. PENDAHULUAN .. 106II. METODE PENELITIAN . 109III. HASIL DAN PEMBAHASAN . 110IV. PENUTUP 125DAFTAR PUSTAKA .. 127EKONOMI POLITIK AKUAKULTUR UDANG INDONESIA: INTERVENSI NEGARA MERESPONSPERSAINGAN PASAR GLOBALAryo Wasisto 129I. PENDAHULUAN .. 129II. KERANGKA TEORI 135III. METODOLOGI 136

PAGE – 8 ============
viiiRevolusi Industri 4.0 dan Pembangunan Ekonomi BerkelanjutanPOTENSI PENGEMBANGAN DAN PENINGKATANPRODUKTIVITAS BAWANG MERAHDI DELAPAN SENTRA PRODUKSIDjoko Mulyono, Yusdar Hilman, Sofyan Ritung, danPopi Rejekiningrum .211I. PENDAHULUAN .. 212II. METODOLOGI 216III. PEMBAHASAN .. 217IV. PENUTUP 225DAFTAR PUSTAKA .. 226PROBLEMATIKA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHANDARI PERSPEKTIF EKONOMI DAN TATA KELOLAPERATURAN PERUNDANGAN DAERAH Romeyn Perdana Putra, Azwar Maas, Rijanta, dan Suratman 233I. PENDAHULUAN .. 234II. METODOLOGI 236III. PEMBAHASAN .. 238IV. PENUTUP 253UCAPAN TERIMA KASIH 254DAFTAR PUSTAKA .. 256

PAGE – 9 ============
1Digitalisasi Tata Niaga PertanianDIGITALISASI TATA NIAGA PERTANIAN MELALUI ANALISISFENOMENOLOGI-FENOMENOGRAFIDeni Aditya Susanto, Keri PranataUniversitas Brawijaya, irex.rigaz@gmail.comAbstrakKomoditas bawang merah menjadi satu diantara komoditas unggulan pertanian Indonesia jika diukur dari swasembada dan kompetisinya dengan produk impor. Akan tetapi komoditas unggulan tersebut menyisakan masalah berupa harga yang fluktuatif sehingga menjadi penyumbang terbesar bagi inflasi hingga mencapai 10,34 persen. Dilain sisi petani hampir tidak ikut andil merasakan margin of farm dan surplus ekonomi sehingga penikmat terbesar adalah rente tata niaga dengan margin of farm mencapai 140 persen dari harga petani. Analisis fenomenologi dan fenomenografi menemukan bahwa tata niaga yang belum berkeadilan dikuasai oleh koordinator tengkulak dengan gambaran 3 bentuk alur rente tata niaga yaitu 7 titik, 6 titik, dan 5 titik rente. Meski demikian, perkembangan pertanian bawang merah terus berkembang dengan inovasi manajemen produksi temporer berjenjang dan mesin penyiram otomatis. Hal ini mendorong produktivitas pertanian bawang merah dan mulai menyebar di wilayah Jawa Timur dan Yogyakarta. Terakhir, temuan rekomendasi yang dihasilkan yaitu perlu adanya digitalisasi tata niaga pertanian. Digitasilasi ini bertujuan untuk menghubungkan petani dan rente di seluruh wilayah di Indonesia sehingga ketimpangan stok komoditas dapat diratakan dan menciptakan stabilitas harga di hampir seluruh wilayah Indonesia.Kata kunci: fenomenologi; fenomenografi; digitalisasi tata niaga.I. PENDAHULUANKemiskinan sebagai parameter makroekonomi selalu menjadi target dalam pengambilan arah kebijakan pembangunan ekonomi. Di akhir 2018, Bada Pusat Statistika (BPS) merilis data bahwa untuk pertamakalinya dalam sejarah Indonesia telah mampu menekan kemiskinan hingga dibawah 10 persen atau 9,82 persen. Prosentase ini setara dengan 25,95 juta jiwa dibawah garis kemiskinan yaitu dengan pendapatan dibawah USD 1 per hari. Ukuran kemiskinan

PAGE – 10 ============
2Revolusi Industri 4.0 dan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutanyang masih debateable selalu mengemuka dikalangan ekonom, relevansi nilai USD 1 per hari sebagai ukuran kemiskinan dinilai jauh dari kelayakan yang sepantasnya padahal inflasi dan daya beli begitu fluktuatif. Jika ukuran kemiskinan dinaikkan USD 1 lagi maka akan semakin membesar setidaknya akan terdapat 19,39 juta jiwa lagi yang masuk dalam kategori hampir miskin. Studi Bank Dunia (2018) juga menyebutkan bahwa 40 persen penduduk Indonesia berada dibawah garis rawan kemiskinan.Lebih dalam melihat klasifikasi kemiskinan, terutama kemiskinan desa dan kota terdapat dinamika yang menarik yaitu perbedaan yang cukup signifikan dari perkembangan kemiskinan diantara kedua wilayah tersebut. Setidaknya BPS mencatat terjadi penurunan kemiskinan sejak 5 tahun terakhir dari 13,3 persen menjadi 9,82 persen. Lebih rinci, kemiskinan perkotaan menurun dari 8,39 persen menjadi 7,26 persen (2018). Sedangkan kemiskinan perdesaan menurun dari 14,17 persen menjadi 13,47 persen (2018). Meskipun demikian, ada catatan penting dimana ada perbedaan penurunan angka kemiskinan kota dan desa yang akhirnya menunjukkan tipologi ekonomi dan sosial masyarakat. Tercatat kemiskinan kota menurun 1,37 persen atau sekitar 3,62 juta jiwa. Sedangkan kemiskinan desa menurun lebih kurang 0,97 persen atau setara 2,56 juta jiwa. Penurunan ini berbeda cukup jauh dalam 5 tahun terakhir, menandaskan bahwa program pengentasan kemiskinan yang di perdesaan berjalan belum maksimal dengan sleisih lebih dari 1 juta lebih dari kemiskinan perkotaan.Kemiskinan perdesaan bertautan erat dengan pertanian sebagai sektor utama penopang kehidupan desa. Dalam skala makro, pertumbuhan ekonomi yang selalu bertengger di atas pertumbuhan sektor pertanian bisa menjadi satu di antara banyak jawabannya. Sepanjang 2014 hingga 2019 triwulan 1, pertumbuhan sektor pertanian selalu berada di bawah pertumbuhan ekonomi. Di saat ekonomi nasional tumbuh di kisaran 5,01 persen hingga tertinggi 5,17 persen tahun 2018. Di bawahnya, sektor pertanian tumbuh sekitar 3,31 persen bertahan dari 2014 hingga 2019 triwulan 1 ini, BPS hanya mencatat pertumbuhan tertinggi 3,73 persen tahun 2018 (BPS, 2019). Degradasi sektor pertanian dan industri sebagai penopang utama penyerapan tenaga kerja terjadi sepanjang tahun sejak reformasi dengan hilangnya arah kebijakan sektor riil.

PAGE – 11 ============
3Digitalisasi Tata Niaga PertanianHubert Blalock (Paige, 2011: 14-16) menjelaskan sektor pertanian sebagai identitas masyarakat desa seringkali menjadi korban atas orientasi pembangunan ekonomi negara berkembang menuju negara industri baru. Orientasi pembangunan ekonomi yang menyalahi konsepsi potensi faktor endowmen, pada akhirnya menegasikan sektor pertanian sebagai sektor utama penyerap tenaga kerja. Lebih dalam pada skala mikro, konflik kelas sektor pertanian menjadi insiden utama yang menggerus perkembangan dan pertumbuhan sektor pertanian. Teori konflik sektor pertanian, misalnya oleh Stinchcombe, konflik kelas terjadi dari berbagai sisi sektor pertanian antara buruh, pemilik tanah, pemodal, tengkulak, pemasok input, dan rente-rente yang menyertainya. Pada gilirannya, tanpa kebijakan kelembagaan yang kokoh dan berpihak sektor pertanian hanya akan berada pada posisi yang sama hingga waktu yang tidak dapat diprediksikan.Satu diantara komoditas yang mendapat perhatian adalah komoditas bawang merah dengan realitas harga yang paling fluktuatif selain cabe rawit di kelompok komoditas hortikultura. Beberapa penelitian menyebutkan konflik kelas sektor pertanian terkhusus komoditas bawang merah adalah konflik rente tata niaga yang tidak hanya merugikan di tingkat petani juga merugikan di tingkat konsumen akhir. Surplus ekonomi selalu dinikmati oleh rente yang menguasai informasi dan mengokohkan jaringannya di tengah tata niaga (Soekartawi, 2013). Meskipun bawang merah mengalami pertumbuhan produksi yang cukup menggembirakan selama 5 tahun terakhir akan tetapi tampaknya hal tersebut tidak sejalan dengan pertumbuhan konsumsi penduduk atau bisa jadi juga menjadi permainan di tingkat rente tata niaga.Produktivitas bawang merah domestik meningkat sejak lima tahun terakhir, sebagaimana data BPS (2019) yaitu 1,233 juta ton (2014) meningkat menjadi 1,470 juta ton (2018). Hal ini dilaporkan Kementerian Perdagangan (2019) bahwa: (1) Produksi bawang merah Indonesia mengalami peningkatan; (2) produksi sepanjang tahun tidak merata, puncak produksi terjadi pada triwulan ketiga; (3) harga bawang merah Indonesia terus meningkat dan semakin fluktuatif, harga tertinggi terjadi pada triwulan kedua; (4) harga bawang merah Indonesia jauh lebih tinggi daripada harga bawang merah internasional serta (5) produksi bawang merah terkonsentrasi

31 KB – 266 Pages