Koantas Bima P102 Ciputat-Tanah Abang via Lebak Bulus – Pd. Indah – Goreng. Ibu rumah tangga, pedagang warung makan, pedagang nasi goreng, pedagang.

109 KB – 53 Pages

PAGE – 1 ============
84 Laporan Penelitian Strat egi Pedagang Pasar Tradisional dalam Persaingan d engan Pasar Modern di Kota Tangerang Selatan, Banten Sri Sumiyati ( sumi@ut.ac.id ) Kusnadi ( koes@ut.ac.id ) Jurusan PIPS, FKIP – Universitas Terbuka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pasar modern 1 , seperti mal dan hypermarket di Kota Jakarta dalam beberapa tahun terakhir sangatlah marak, seperti jamur di musim hujan. Pemerintah kota (Pemko t) terkesan begitu mudah memberikan izin, sehingga pusat pembelanjaan modern tersebut muncul mengepung kota dari segala penjuru. Ekspansi mal dan hypermarket kini telah merambah di pinggiran Jakarta, tidak peduli keberadaannnya dekat dengan pasar tradision al atau kondisi lalu – lintas yang padat. Di satu sisi, pembangunan mal bisa memberi manfaat ekonomi. Namun di sisi lain, beban sosial yang harus ditanggung kota Jakarta terus menggunung. Hasil penelitian AC Nielsen menyebutkan bahwa tingkat pertumbuhan pasa r tradisional 8,01 persen, sedangkan pasar modern atau hypermarket 31,4 persen. Akibatnya tahun 20 10 sembilan pasar tradisional terpaksa dilikuidasi, ribuan pedagang pun bangkrut setiap tahunnya. Kontribusi pasar tradisional terhadap bisnis eceran juga m engalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada 47 kategori produk di pasar modern dan tradisional sepanjang tahun 20 10 (Januari Desember). Kontribusi pasar tradisional 1 Mengacu pada Peraturan Daerah DKI jakarta No 3 Tahun 1992, pasal 6 bahwa definisi pasar modern adalah pasar yang kegiatan para penjual dan pembelinya dilakukan secara lan gsung atau tidak langsung dalam bentuk eceran dan atau grosir dalam waktu tetap dengan tingkat pelayanan yang lebih luas, dengan sisitem pengelolaan dan transaksinya dikelola dengan menggunakan manajemen modern, dengan sisitem transakasi swalayan dalam ged ung yang relative megah. Sedangkan menurut Heru Nugroho, dilihat dari perspektif budaya, bahwa yang dimaksud dengan pasar modern adalah pasar yang sifatnya telah jauh dari karakteristik humanis, interaktif, dan sederhana.

PAGE – 2 ============
85 mencapai 69,9% menurun dari tahun sebelumnya yaitu 73,7% (20 10 ), 74,8% (200 9 ), 75,2% ( 200 8 ), dan 78,1 % (200 7 ). Kondisi sebaliknya terjadi pada supermarket dan hypermarket. Kontribusi mereka kian hari kian besar 2 . Jika tidak ada upaya mengerem laju pertumbuhan hypermarket, kemungkinan angka ini akan terus menurun, sehingga keberadaan pasar tradisional dikhawatirkan terancam. Bukan cuma pedagang di pasar yang terancam, tetapi para pemasok tradisional yang umumnya juga bermodal kecil, bakal tergusur. Menurut Belshaw (1981) dalam pranata sosial, pasar merupakan bagian yang penting. Di pasar ini lah terjadi interaksi dan komunikasi antar manusia dalam suatu masyaraka t. Pasar adalah tempat pembeli dan penjual bertemu, sehingga memungkinkan terdapatnya unsur – unsur: sosial, ekonomi, budaya dan politik yang saling mendukung dalam perkembangan pasar 3 . Apabila dicermati unsur – unsur tersebut, akan menyangkut semua aspek terhadap barang – barang yang ada dalam pasar. Dari segi ekonomi pasar terlihat pada terdapatnya barang – barang k ebutuhan manusia yang diperjual belikan, dan sistem penentuan harga barang ters ebut, segi sosial ekonomi mengungkap proses terjadinya interaksi antara penjual dan pembeli. Segi budaya akan menjangkau sistem tingkah laku yang terjadi di suatu lokasi pasar dan langkah perkembangannya. Barang – barang yang diperdagangkan adalah merupakan cermin hasil budaya masyarakat tersebut. Bahkan, terkadang dalam distribusi barang serta penentuan harga unsur politik juga masuk, karena hal ini menyangkut kepentingan orang banyak. Dari pasar inilah manusia dapat mengekspresikan jiwanya melalui jual beli , sehingga selain menjadi informasi dan konsentrasi barang – barang kebutuhan, pasar juga menjadi salah satu pusat berkumpulnya manusia secara tidak sengaja karena adanya kebutuhan kepentingan. 2 Kompas, edisi Selasa, 15 maret 20 10 3 Cyril S. Belshaw, Tukar Menukar Tradisonal dan Pasar Modern , 1981, Gramedia, Jakarta. Arti pasar disini adalah pasar dalam arti tradisional, baik tempat maupun proses transaksinya, dengan sifat humanis, interaktif, dan sederhana.

PAGE – 3 ============
86 Sejak terjadinya krisis ekonomi, semakin banyak orang yang menca ri nafkah dengan berdagang. Mereka yang beruntung bisa menyewa ruko atau toko, namun ada pula yang mencoba di sektor ritel misalnya mini market. Pembangunan pusat perdagangan pun menjamur. Bagi yang kurang beruntung, mereka berdagang di pasar tradisional a taupun menjadi pedagang kaki lima. Mereka adalah para pelaku usaha mikro yang umumnya tidak bankable 4 . Pembangunan pusat perdagangan (mal/hypermarket) yang kian marak di Jakarta pada beberapa tempat menyisakan kegetiran bagi para pedagang di pasar tradisio nal. Namun, bagi mereka yang berdagang di pusat perdagangan semacam malpun tidak kurang resahnya karena pembangunan pusat perdagangan yang cukup banyak menyebabkan berkurangnya pembeli akibat jumlah pusat perdagangan yang kian banyak dan jarak antar pusat perdagangan semakin berdekatan. Keberadaan pasar tradisional terasa semakin kecil peranannya dalam menampung para pedagang usaha mikro. Hal ini karena tidak tersedianya pasar tradisional yang cukup secara kuantitatif. Pemerintah daerah seharusnya serius me nambah jumlah pasar tradisional yang sudah ada untuk menampung para pedagang usaha mikro yang kian hari kian bertambah jumlahnya. Ketidaktersediaan pasar tradisional yang cukup menyebabkan menjamurnya pedagang kaki lima di berbagai lokasi pusat perbelanjaa n, pusat bisnis, atau tempat keramaian yang berimplikasi terhadap penghasilan yang lebih lagi adalah terhadap perkembangan pasar tradisional. Kehadiran pasar modern atau hypermarket yang menggusur pasar tradisional seakan menjadi sebuah penjajahan kultu ral gaya baru, dan juga menjadi salah satu penyebab terjadinya erosi kebudayaan dalam masyarakat. Mal atau pasar modern menjadi sebuah simbol lahirnya hegemoni materialisme dan budaya hidup konsumtif masyarakat. Lewat gencarnya iklan yang diberikan, maka i majinasi masyarakat diajak terbang tinggi di awan untuk bermimpi, karakter dan pola pikir masyarakat 4 Dikutip dari Er win Febrian , Pusat Pertumbuhan Usaha M ikro , dalam makalah, Analisis community for Economic Enlightenment (COMMENT)

PAGE – 4 ============
87 dibentuk sesuai dengan keinginan pemasar, dalam hal ini telah terjadi apa yang disebut dengan dehumanisasi dalam terminologi Marx. Masyarakat yang tadinya tidak berniat membeli dipaksa secara halus untuk membeli. Bagi mereka yang berdaya beli tidak terlalu bermasalah, tetapi bagi yang tidak mampu, tentu akan menimbulkan kecemburuan sosial, yang dapat memancing tindak kriminalitas ataupun konflik sosial atau memunculkan kekerasan kolektif istilah yang digunakan oleh Heru Nugroho . 5 Ada pengamat yang menilai bahwa pasar tradisional memiliki kelebihan dibandingkan dengan pasar modern, pasar tradisional dapat menjadi sarana pertukaran informasi antara para penjua l dengan pembeli ataupun penjual dengan penjual. Sementara itu pasar modern tidak mampu melakukan hal tersebut karena tidak ada komunikasi dan interaksi yang konkret antara pelaku. Menurut Belshaw, dalam sistem perdagangan tradisional terdapat banyak mekan isme perdagangan, dalam arti tidak mengindahkan aturan tentang perdagangan pada umumnya tergantung pada bagaimana terjadinya transaksi, contohnya jual beli yang dilakukan bukan semata – mata mencari untung, bahkan bisa merugi asalkan komunikasi atau hubungan kekerabatan berjalan. Dengan kata lain adanya tukar informasi antarindividu dalam kontak dagang tersebut. Selain itu terdapat pula tingkah laku khas yang sesuai dengan pola hubungan antarpedagang, pola hubungan antarpedagang dan pembeli maupun bagaimana m asyarakat tradisional menempatkan pedagang dalam falsafah hidupnya. Pasar tradisional selama ini identik dengan sebuah lokasi yang kumuh, semrawut, kotor, dan sumber kemacetan lalu – lintas. Hal tersebut memang sulit disangkal, karena hampir semua pasar trad isional memang begitu adanya. Dampaknya tentu saja pasar tradisional semakin dijauhi oleh masyarakat, terutama masyarakat menengah atas, padahal lokasinya hampir semuanya berada di lokasi strategis. Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah juga ce nderung merugikan pedagang kecil, dalam hal ini pedagang pasar tradisional. hal 5 Majalah Equibrium, Nomor 6/Tahun XXXVII/2005, Pasar Tradisional Di Tengah Modernitas .

PAGE – 5 ============
88 ini dapat dilihat dari beberapa peraturan yang telah di keluarkan, antara lain yaitu: 1. Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Pasar Jaya Nomor 358 Tahun 2004 tentang penetapan pe rpanjangan hak pemakaian tempat usaha di pasar – pasar milik PD PasarJaya dan Instruksi Direksi Pasar Jaya No. 7 Tahun 2004 tentang pemberlakuan penyesuaian tarif pengelolaan pasar, harus ditinjau kembali, karena dua kebijakan ini membuat resah pedagang pasa r tradisional. Kebijakan ini merupakan bentuk tindakan yang berindikasi mengeksploitasi pedagang pasar tradisional untuk kepentingan PD Pasar Jaya, sebab kemampuan pedagang tidak dipertimbangkan secara matang. Tindakan tersebut sama halnya dengan mengusir pedagang lama yang sudah turun temurun menghidupi pasar tradisional tersebut. 2. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan (Diperdag) Rifana Erni Mengemukakan, bahwa ketentuan penataan pasar modern seperti hypermarket selama ini tidak berjalan se suai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri No. 145/MPP/Kep/5/1997. Dengan adanya otonomi daerah, pemda cenderung kurang memperhatikan pelaksanaan SKB tersebut karena mereka beranggapan bahwa ket en tuan itu lebih rendah daripada P erda (peraturan daerah). 3. Peraturan mengenai Jarak antarpasar swasta dan tradisional, harus lebih dikaji, agar tidak menimbulkan celah untuk dilanggar, pasalnya meskipun dalam Perda No. 2 Tahun 2002 ada aturan mengenai jara k perpasaran swasta dan tradisional sekitar 2,5 km, tetapi ada beberapa wilayah di Jakarta yang dipadati perpasaran swasta dan tradisional. Contoh di Kawasan Ciputat. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut, penelitian ini ingin menjawab pers oalan yang berkenaan dengan: Bagaimana strategi yang dilakukan

PAGE – 6 ============
89 oleh pedagang tradisional mempertahankan keberadaannya dalam persaingan dengan pasar modern? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini di antaranya, adalah sebagai berikut: 1. menjelaskan t entang fenomena perilaku pedagang pasar tradisional dalam men g hadapi persaingan dengan pasar modern 2. Menjelaskan pola strategi pedagang tradisional dalam menghadapi persaingan dengan pasar modern 3. Menjelaskan tindakan para pedagang pasar tradisional untuk me mpertahankan kekhasannya sebagai pasar tradisional yang hidup di daerah persaingan antara pasar modern D. Manfaat Penelitian Dengan berbagai tujuan tersebut, maka diharapkan hasil penelitian ini akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan sumb angan terhadap wacana keilmuan ilmu – ilmu sosial tentang keberadaan pedagang pasar tradisional, supaya dapat memperkaya khasanah keilmuan khususnya Indonesia, 2. Memberikan kesadaran baru secara lebih kritis dalam melakukan pembacaan sosial terhadap pedaga ng pasar tradisional sebagai bagian dari kelompok masyarakat, khususnya di Kota Tangerang Selatan. E. Tinjauan Pustaka Penelitian yang pernah dilakukan yang berkaitan atau memberikan inspirasi sebagai referensi dengan penelitian yang peneliti usulkan, antara lain adalah: 1. Mekani sme pasar tradisional dalam sistem perekonomian modern di wilayah Yogyakarta, oleh S ugiyarto (1995), membahas tentang mekanism e dan relevansi nilai – nilai sis tem pasar tradisional dalam mencapai pemerataan distribusi barang.

109 KB – 53 Pages