Memberikan pengertian Hukum Acara Perdata dengan mengaitkan dengan tugas hakim, yaitu bahwa dalam peradilan perdata tugas hakim adalah mempertahankan tata

118 KB – 140 Pages

PAGE – 1 ============
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum pada dasarnya harus sesuai dengan nilai Рnilai luhur bangsa yang bersangkutan. Sampai saat ini masih banyak peraturan perundang Рundangan yang tidak sesuai dengan nilai Рnilai luhur bangsa Indonesia, khususnya peraturan perundang Рundangan peninggalan Pemerintahan Hindia Belanda . P eraturan peninggalan Pemerintahan Hindia Belanda salah satunya adalah Hukum yang mengatur tata cara penyelesaian sengketa ke perdata an , yaitu Hukum Acara Perdata seperti, Herzienne Indonesisch Reglement ( HIR ) ΠS. 1941 No. 44 untuk Jawa ΠMadura, Rechtsreglement Buitengeweten ( RBg) ΠS. 1927 No . 277 untuk luar Jawa ΠMadura . Hukum Acara Perdata ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat dewas a ini , sehingga tidak dapat menampung berbagai perkembangan hukum. P erkembangan masyarakat yang sangat cepat dan pengaruh globalisasi, menuntut adanya H ukum Acara Perdata yang dapat mengatasi persengketaan di bidang perdata denga n cara yang efektif dan efisien sesuai dengan asas sederhana, mudah, dan biaya ringan. Peraturan perundang Рundangan Hukum Acara Perdata yang ada dan berlaku sampai saat ini terseb ar dalam berbagai peraturan perundang Рundangan, baik peraturan perundang Рundangan peninggalan Pemerintah Hindia Belanda maupun peraturan perundang Рundangan produk Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu antara lain terdapat dalam: 1. Het Herziene Indonesi sch Reglement (HIR); 2. Het Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBG); 3. Reglement op de Burgelijke Rechtsvordering voor Europeanen (RV); 4. Buku IV Burgerlijk Wetboek (BW) tentang Pembuktian dan Dalu w arsa; 5. Reglement op het houden de r Registers van den Burgerlijke stand voor Europeanen ; 6. Reglement Burgerlijke Stand Christen Indonesisch ; 7. Reglement op het houden d er Register van den Burgerlijke stand voor de Chineezen ; 8. Undang РUndang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulang an di Jawa dan Madura;

PAGE – 2 ============
2 9. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; 10. Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah denga n Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan terakhir Undang Undang Nomo r 3 tahun 2009 ; 11. Undang – U ndang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 8 Tahun 2004 dan terak hir Undang – Undang Nomor 49 Tahun 2009; 12. Undang – U ndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana telah diu bah de ngan Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan terakhir Undang – Undang Nomor 51 Tahun 2009 ; dan 13. Undang – undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Peradilan Umum sebagaimana telah diu bah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan terak hir Undang – undang No. 48 Tahun 2009 P eraturan perundang – undangan produk Pemerintah Hindia Belanda masih bersifat dualistis atau mengandung dualisme hukum acara yang berlaku untuk Pengadilan di Jawa dan Madura dan hukum acara yang berlaku untuk p engadilan di luar Jawa dan Madura sebagaimana terdapat dalam Het Herziene Indonesisch Reglement dan Rechtsreglement Buitengewesten yang masih berlaku sampai saat ini. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perlu disusun Undang – Undang tentang Hukum Acara Perdata Nas ional yang komprehensif , bersifat kodifikasi maupun unifikasi, sehingga dapat menampung perkembangan dan kebutuhan hukum yang berkembang dalam masyarakat dengan memperhatikan prinsip atau asas – asas hukum acara perdata yang berlaku. B. Identifikasi M asalah Permasalahan Hukum Ac ara Perdata yang dihadapi bangsa Indonesia tersebut di identifikasi s e b agai b erikut : 1. Permasalahan apa saja yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat khususnya dalam Hukum Acara Perdata serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi? 2. Mengapa perlu Rancangan Undang – Undang (RUU) tentang Hukum Acara Perdata sebagai dasar pemecahan masalah tersebut ?

PAGE – 3 ============
3 3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis, dan ek onomis pem bentukan RUU tentang Hukum Acara Perda ta? 4. S asaran, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan apa yang akan diwujudkan dalam RUU tentang Hukum Acara Perdata ? C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik RUU tentang Hukum Acara Perdata dirumuskan sebagai berikut: 1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta cara – cara mengatasi permasalahan tersebut. 2. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pem bentukan RUU sebagai dasar penyelesaian atau solusi permasalahan dalam kehidupan berngasa, bernegara, dan bermasyarakat. 3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis, dan ekonomis pem bentukan RUU tentang Hukum Acara Perdata. 4. Merumuskan sa saran, ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan yang akan diwujudkan dalam RUU tentang Hukum Acara Perdata. K egunaan penyusunan Naskah A kademik adalah sebagai acuan atau referensi pe nyusunan pembahasan RUU tentang Hukum Acara Perdata d an juga Naskah Akademik ini menjadi dokumen resmi yang menyatu dengan konsep R UU tentang Hukum Acara Perdata yang akan dibahas bersama deng an Dewan Perwakilan Rakyat. D. Metode Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan penelitian s ehingga digunakan metode penyusunan Naskah Akademik yang berbasiskan metode penelitian hukum. D alam menyusun Naskah Akademik RUU tentang Hukum Acara Perdata ini metode yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif 1 . Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang 1 Soerjono Soekanto membagi penelitian h u kum menjadi penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis atau empiris, yaitu: fi1. Penelitian hukum normatif, yang mencakup: a. penelitian terhadap a s as – a s as hukum,

PAGE – 4 ============
4 menelaah (terutama) berupa bahan hukum primer yaitu HIR, R.Bg, s erta RV di samping peraturan perundang – undangan lainnya. Bahan hukum lain, baik yang bersifat sekunder maupun tersier dikumpulkan dan dipergunakan untuk menganalisis permasalahan hukum yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini, yaitu dokumen otentik yang memuat hukum acara perdata, doktrin hukum yang bersumber dari liter atur dan nara sumber yan g diperoleh melalu i diskusi terbatas ( focus group discussion ) , dan dokumen hukum berupa hasil penelitian dan kegiatan ilmiah , baik berupa hasil pengkajian , hasi l seminar maupun lokakarya yang m embahas mengenai RUU tentang Hukum Acara Perdata . Pengkajia n materi naskah akademik ini, telah dilakukan kegiatan sosialisasi di Bandung, dengan mengundan g Nara sumber yang berkompeten serta melibatkan beberapa orang peserta dari kalangan akademisi, praktisi, teoritis, dan beberapa Lembaga Sosial Masyarakat. b. penelitian terhadap sistematika huku m, c. penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, d. penelitian sejarah hukum, e. penelitian perbandingan hukum. 2. Penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang terdiri dari: a. penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) b. penelitian terhadap efektifitas hukum.fl Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum , Cet.3 (Jakarta:UI Press, 1986), hal. 51.

PAGE – 5 ============
5 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS A. Kajian Teoritis 1. MR. C. W. Star Busmann Kata fiHukum Acara Perdatafl dipakai sebagai terjemahan dari istilah Belanda fiBurgelijke Procesrechtfl jadi Hukum Acara Perdata dirumuskan sebagai fivoorschriften, waardoor het burgelijke recht tot gelding te brengen, te verwezenlijkenfl (peraturan – peraturan untuk mewujudkan hukum perda ta). 2. MR. H. L Wichers Sebagai hukum formal, yang merupakan alat untuk menyelenggarakan hukum material, sehingga hukum acara itu harus digunakan sesuai dengan keperluan hukum material. 3. Prof.Wirjono Prodjodikoro Hukum Acara Perdata adalah rangkaian pe raturan – peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya hukum – hukum perdata. 4. Prof. Soepomo Memberikan pengertian Hukum Acara Perdata dengan mengaitkan dengan tugas h akim, yaitu bahwa dalam peradi lan perdata tugas hakim adalah mempertah a nkan tata hukum perdata (‚burgelijke rechtsoredefl) menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara . 5. Prof.Soedikno Mertokusumo Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaati n ya hukum perdata materiil dengan perantaraan h akim. Dengan kata lain hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara pelaksanaan hukum per data materiel. Lebih konkrit lagi dapat dikatakan bahwa H ukum A cara P erdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari putusannya. Singkatnya, hukum yang mengatur tentang tata cara menegakka n hukum perdata materiel apabila terjadi suatu pelanggaran hak atau kewajiban. Hukum tersebut sebagai pedoman baik untuk hakim atau pihak yang bersangkutan.

PAGE – 6 ============
6 6. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oerief Kartawinata Hukum A cara P erdata yang juga disebut huk um perdata formil adalah kai d ah hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak Рhak dan kewajiban Рkewajiban perdata sebagaimana diatur dalam hukum perdata materiel. B. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan Norma 1. Pengertian Asas Hukum Menurut terminologi bahasa, yang dimaksud dengan istilah asas ada dua pengertian. Arti asas yang pertama adalah dasar, alas, fundamen. Sedangkan arti asas yang kedua adalah suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan ber pikir atau berpendapat dan sebagainya. 2 Asas dapat berarti dasar, landasan, fundamen, prinsip, dan jiwa atau cita Рcita. Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum dengan tidak menyebutkan secara khusus cara pelaksanaannya. Asas dapat juga disebut pengertian Рpengertian dan ni lai Рnilai yang menjadi titik tolak berpikir tentang sesuatu. Makna leksikal asas telah didefinisikan oleh Henry Campbell Black sebagai berikut: 3 fi Principle. A fundamental truth or doctrine, as of law; a comprehensive rule or doctrine which furnishes a basis or original for other; a settled rule of action, procedure, or legal determination . A truth or proposition so clear that it cannot be proved or contradicted unless by a proposition which is still clearer. That which constitutes the essence of a body or its constituent part. That which pertains to the theoretical part of a science .fl Asas Рasas hukum Πrechtsbeginselen Πlegal principles Πprinciples of la w bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari fihukum positiffl yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang Рundangan. 4 Asas hukum yang dimaksud adalah yang kita kenal dengan istilah Rechtsbeginselen dalam bahasa Belanda, yang berarti asas umum hukum yang diakui oleh bangsa beradab dan dilakukan oleh badan pengadilan internasional sebagai kaidah hukum . 5 2 Poerwadarminta , Kamus Umum Bahasa Indonesia , ( 2005 ), hal. 60 Р61 . 3 Black Law Dictionary, (1991), hal. 828. 4 Paul Scholten, Verzamelde Geschriffen , definitif Sudikno Mertokusumo , Mengenal Hukum , ( Yogyakarta : Liberty, 1988 ), hal. 33 . 5 Algera , dkk , Kamus Istilah Hukum Indonesia Belanda , ( 1983 ).

PAGE – 8 ============
8 asas – asas tersebut. Disamping itu asas hukum layak disebut sebagai alasan lahirnya peraturan hukum, atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum. Dengan adanya asas hukum, maka hukum bukanlah sekedar kumpulan peraturan – peraturan, karena itu mengandung nilai – nilai dan tuntutan – tuntutan etis. 11 6) Sri Soemantri Martosuwignjo, mengemukakan bahwa asas mempunyai padanan dengan ‚beginsel™ atau ‚principle™ sebagai suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir. Asas hukum adalah dasar normatif untuk membedakan antara daya ikat normatif dan niscayaan yang memaksa. 12 7) Moh. Koesnoe, mengemukakan bahwa asas hukum sebagai suatu pokok ketentuan atau ajaran yang berdaya cakup menyeluruh terhadap segala persoalan hukum di dalam masyarakat yang bersangkutan dan berlaku sebagai dasar dan sumber materiil ketentuan hukum yang diperlukan. 13 8) Huijbers berpendapat bahwa asas hukum adalah prinsip – prinsip yang dianggap dasar atau fundamen hukum atau pengertian dan n i lai – nilai yang menjadi titik tolak berpikir tentang hukum atau titik tolak bagi pembentukan undang – undang dan interpretasi und ang – undang atau prinsip – prinsip yang kedudukannya lebih tinggi daripada hukum yang ditentukan manusia. 14 Berarti asas – asas hukum adalah dasar – dasar atau petunjuk arah (richtlijn) dalam pembentukan hukum positif, yang oleh D.H.M. Meuwissen diungkapkan: 15 fiDaaraan ontleent het positieve recht zijn ‚ rechtszin™. Daarin ligt ook het onterium waarmee de kwaliteit van heit recht kan worden beoordeeld – het recht wordt begrepen tegen de achtergrond van een begisel – van een fundered principe (dari asas itulah hukum positif memperoleh makna ‚hukumnya™. Dida lamnya juga terdapat kriterium yang dengannya kualitas dari hukum itu dapat dinilai – hukum itu dapat dipahami dengan berlatar belakang suatu asas – suatu asas yang melandasi). 11 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum , (Bandung: Alumni Bandung, 1986 ), hal. 89 . 12 Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum , Cet . 2, (Muhammadiyah University Press, 2004), hal. 194. lihat juga T. Mohammada Radhie, Pembangunan Hukum Nasional dalam Perspektif Kebijakan , Makalah, (Jogyakarta: FHUII). 13 Ibi d 14 Abdul Ghofur, Filsafat Hukum , Cet. 1 , (Gajah Mada University Press, 2006 ) , hal . 107 . 15 Bruggink , Refleksi tentang Ilmu Hukum , Alih Bahasa, Arief Sidharta, ( Bandung : Citra Adytya Bakti, 1999), hal . 132 .

PAGE – 9 ============
9 Secara luas, asas (principle) adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam ist ilah umum tanpa menyarankan cara – cara khusus mengenai pelaksanaannya yang ditetapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu, atau: 16 fiBeginselen z ijn fundamentele opvattingen en gedachten die aan maatschappelijke gedragingen ten grondslag liggen (asas – asas adalah anggapan – anggapan dan pertimbangan – pertimbangan fundamental yang merupakan dasar diletakkannya tingkah laku kemasyarakatan). Asas hukum pa da dasarnya dapat dibedakan menjadi asas hukum umum dan asas hukum khusus. Asas hukum umum adalah asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum, seperti asas restitution in integrum, lex posterior derogate legi priori, equality before the law, re s judicata proveritate habetur dan sebagainya. Asas hukum khusus hanya berfungsi atau berlaku dalam bidang hukum yang lebih sempit, seperti bidang hukum perdata, HAN, pidana dan sebagainya yang sering merupakan penjabaran dari asas hukum yang umum. Misalny a asas pacta sun servanda dan asas konsensualisme dalam hukum perdata, asas presumption of innocence dan asas non retroaktif dalam hukum acara pidana, asas – asas umum pemerintahan yang baik (Good Governance) dalam HAN dan sebagainya. 17 Menurut Hans Kelsen , fungsi norma hukum antara lain ialah memerintah (gebieten) , melarang (verbieten) , menguasakan (ermachtigen) , membolehkan (erlauben) , dan menyimpangkan dari ketentuan (derogieren) . Berlakunya sebuah norma hukum dalam sistem norma hukum adalah relatif. Ia bergantung pada norma yang lebih tinggi yang membentuk dan menentukan daya lakunya. Pembentukan norma peraturan perundang – undangan bawahan senantiasa harus sejalan dan searah denga n norma peraturan perundang – undangan (hukum) yang lebih tinggi. Disinilah asas hukum menjadi penting dalam memberikan bimbingan dan pedoman pada pembentukan norma hukum tersebut. 18 Philipus M. Hadjon juga menyatakan bahwa: finorma hukum bertumpu atas asas hukum dan dibalik asas hukum dapat disistematisasikan gejala – gejala lainnya. 19 16 Ibid 17 Op. cit Bambang Sutiy oso, Hal 23 – 24 . 18 Ibid 19 Philipus M. Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmasir (Normatif) , (Surabaya: Yudika, Majalah FH UNAIR, No. 16 tahun IX Nop – Des. 1994), hal. 6. Dikutip Suparto Widjoyo, Karakter Hukum Acara Peradilan Administrasi , Cet. 1, (Airlangga University Press, 1977) .

PAGE – 10 ============
10 Sejalan dengan deskripsi pengertian asas – asas hukum terurai diatas, O. Notohamidjojo mengetengahkan empat macam fungsi asas – asas hukum: 20 1) Pengundang – undangan harus mempergunakan asas – asas hukum sebagai pedoman (richtlijnen) bagi pembentukan hukum (positiveringsarbied) . Pengunda ng – undangan perlu meneliti dasar pikiran dari asas hukum itu, merumuskannya dan mengenakannya dalam pembentukan undang – undang. 2) Hakim seharusnya dan sepatutnya bekerja dengan asas – asas hukum apabila ia harus melakukan interpretasi pada penafsiran artikel – artikel yang kurang jelas, dan dengan menggunakan asas hukum hakim dapat mengadakan penetapan (precisering) dari pada keputusan – keputusannya. 3) Hakim perlu mempergunakan rechtsbeginselen apabila ia perlu mengadakan analogi . Analogi dapat dipakai apabila kasus A mirip dengan kasus B. Hakim menjabarkan dari peraturan tentang kasus A, suatu peraturan yang umum, yang dikenakan pada kasus B. Mis. Art. 1478 B.W. Si penjual tidak wajib menyerahkan barangnya, jika pembeli belum membayar harganya sedangkan si penj ual tidak telah mengizinkan penundaan pembayaran kepadanya, asas yang mendasari perjanjian ini, terletak pada prinsip bahwa dalam perjanjian jual – beli itu kewajiban timbal balik dari pihak – pihak yang bersangkutan itu demikian eratnya, sehingga pihak yang s atu hanya terikat memenuhi kewajibannya apabila pihak lain juga memenuhinya. Dari peraturan yang diperluas ini hakim menarik kesimpulan, bahwa pembeli tidak berwajib untuk membayar, apabila penjual tidak melakukan penyerahan (levering) . 4) Hakim dapat mela kukan koreksi terhadap peraturan undang – undang, apabila peraturan undang – undang itu terancam kehilangan maknanya. Keempat macam fungsi asas – asas hukum yang diungkapkan O. Notoharmidjojo tersebut, dengan sederhana (simpellijk) dapat disarikan sebagaimana ditegaskan oleh A. Soeteman bahwa: firechtsbeginselen zien functioneren in wetgeving en rechtspraakfl . 21 Maka sebagai intisari, fungsi asas – asas hukum itu adalah: 22 20 Suparto, Demi Keadilan dan Kemanusiaan, Beberapa Cabang Filsafat Hukum, BPK, (Jakart a: Gunung Mulia, 1975), hal. 49 – 50. 21 Ibid 22 Ibid dan lihat Philip Jhon, hal. 6.

PAGE – 11 ============
11 1) Bagi pembuat undang – undang (wetgever) , asas – asas hukum merupakan pedoman dalam pembuatan undang – undang (wetgeving) Š peraturan perundang – undangan. 2) Bagi hakim (rechter) , asas – asas hukum menolong untuk mencermatkan interpretasi dan membantu dalam pengenaan analogi serta mengarahkan dalam memberikan koreksi terhadap peraturan perundang – undangan. Paton menyebutkan sebagai suatu sarana membuat hukum itu hidup, tumbuh dan berkembang dan ia menunjukkan, bahwa hukum itu bukan sekedar kumpulan dari peraturan – peratu ran belaka. Kalau dikatakan, bahwa dengan adanya asas hukum, hukum itu bukan merupakan sekedar kumpulan peraturan – peraturan maka hal itu disebabkan oleh karena asas itu mengandung nilai – nilai dan tuntutan – tuntutan etis, apabila kita membaca suatu peraturan hukum, mungkin kita tidak menemukan pertimbangan etis disitu. Tetapi asas hukum menunjukkan adanya tuntutan etis yang demikian itu, atau setidak – tidaknya kita bisa merasakan adanya petunjuk kearah itu. 23 Bruggink menyatakan bahwa peranan dari asas hukum sebagai meta – kaidah berkenaan dengan kaidah hukum dalam bentuk kaidah perilaku. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah asas hukum itu harus dipandang sebagai bentuk yang kuat atau yang lemah dari meta – kaidah. 24 Dalam hal pertama (bentuk yang kuat), asas hukum itu dapat dipandang sebagai suatu tipe kaidah berkena an dengan kaidah perilaku, dan dengan demikian secara prinsipil dapat dibedakan dari jenis kaidah ini. Mereka yang menganut pandangan ini, misalnya menunjuk asas hukum sebagai kaidah argumentasi berkenaan dengan penerapan kaidah perilaku. Asas – asas hukum h anya akan memberikan argumen – argumen bagi pedoman perilaku yang harus diterapkan dan asas – asas itu sendiri tidak memberikan pedoman (bagi pelaku). Dalam hal kedua (bentuk yang lemah), asas – asas hukum itu tampaknya dapat dianggap termasuk dalam tipe kaidah yang berkenaan dengan kaidah perilaku, namun memiliki juga fungsi sejenis seperti kaidah perilaku. Jadi hanya terdapat suatu perbedaan gradual saja antara asas hukum dan kaidah perilaku. Dalam pandangan ini maka asas hukum adalah kaidah yang berpengaruh te rhadap kaidah perilaku, karena asas hukum ini memainkan peranan pada interpretasi terhadap aturan hukum dan dengan itu menentukan wilayah penerapan kaidah hukum. 23 Arief Sidharta, Op.cit hal . 20 . 24 Sirajudin , Op. cit . hal . 20 .

118 KB – 140 Pages