by AF Sumadi · Cited by 11 — Putusan MK yang mengabulkan permohonan dalam sengketa kewenangan wajib dilaksanakan oleh termohon dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak
31 pages
92 KB – 31 Pages
PAGE – 1 ============
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Dalam Teori dan Praktik Ahmad Fadlil Sumadi Mahkamah Konsitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta fadlil@mahkamahkonstitusi.go.idNaskah diterima: 4/11/2011 revisi: 7/11/2011 disetujui: 10/11/2011 Abstrak Salah satu substansi penting Perubahan Undang-Undan g Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang ber fungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan , dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita d emokrasi. Kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi untuk melaksanakan prinsip checks and balances yang menempatkan semua lembaga negara dalam kedudukan setara sehingga terdapat keseimbangan dalam penyelenggaraan negara. Keberada an Mahkamah Konstitusi merupakan langkah nyata untuk d apat saling mengoreksi kinerja antarlembaga negara. Mahkamah Ko nstitusi dalam menyelenggarakan peradilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tetap mengacu pada prinsip peny elenggaraan kekuasaan kehakiman yakni antara lain dilakukan sec ara sederhana dan cepat. Kata kunci : Mahkamah Konstitusi, Hukum Acara. Abstract One of the important substance of Amendment of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 is the existence of the Constitutional
PAGE – 2 ============
850Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 6, Desember 2011ISSN 1829-7706 Court as a state institution that functions to handle certain cases in the ÀHOGVWDWHDGPLQLVWUDWLRQLQRUGHUWPDLQWDLQWKHFRQVWLWXWLRQW be implemented in a responsible manner in accordance with the will of the people and democratic ideals. Constitutional Court™s constitutional authority to implement the principle of checks and balances which places all state agencies in the equivalent position so that there is a balance in the administration of state The existence of the Constitutional Court is a real step to correct each other™s performance among state institutions. The Constitutional Court in carrying out justice to examine, hear and decide a case still refers to the organizing principle of judicial power which, among others, is carried out simply and quickly. Keywords : The Constitutional Court, Law of Procedure. PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menegaskan bahwa ked aulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Un dang- Undang Dasar. Kemudian ditegaskan pula bahwa negara Indonesia adalah negara hukum 1. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehak iman menurut UUD 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka y ang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan pera dilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan mi liter, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh se buah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan 2.Sejalan dengan prinsip ketatanegaraan tersebut maka salah satu substansi penting perubahan UUD 1945 adalah keberadaan 1 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 , Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3). 2 Ibid, Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2).
PAGE – 3 ============
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Dalam Teori dan Praktik 851Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang ber fungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan , dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita d emokrasi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintah an negara yang stabil, dan juga merupakan koreksi terhadap pe ngalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbul kan oleh tafsir ganda terhadap konstitusi. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, MK berwenang untuk, menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara ya ng kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pela nggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi , penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Kewenangan konstitusional MK tersebut melaksanakan prinsip checks and balances yang menempatkan semua lembaga negara dalam kedudukan setara sehingga terdapat keseimbangan dalam penyelenggaraan negara. Keberadaan MK merupakan lan gkah nyata untuk dapat saling mengoreksi kinerja antarlembaga negara. Mahkamah Konstitusi dalam menyelenggarakan peradilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tetap mengacu pada prinsip penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yakni antara lain dilakukan secara sederhana dan cepat. Dalam menyelenggarakan peradilan MK menggunakan hukum acara umum dan hukum khusus. Hukum acara yang digunakan oleh MK adalah b erdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-U ndang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Un dang
PAGE – 4 ============
852Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 6, Desember 2011ISSN 1829-7706 Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut UU MK), Peraturan Mahkamah Konstitusi, dan dalam praktik, yakni putusan MK. Hukum acara yang diatur dalam UU MK terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum acara yang memuat aturan umum beracara di MK dan aturan khusus sesuai dengan karakteristik masing-masing perkara yang menjadi kewenangan MK. Kemudian untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya, MK diberi kewena ngan untuk melengkapi hukum acara menurut undang-undang MK. Selain itu ketentuan hukum mengenai acara MK sebagian juga termuat dalam UUD 1945 yaitu Pasal 7B, sebagian lai nnya di dalam UU MK, yaitu Pasal 28 sampai dengan Pasal 85. Selebihnya diatur di dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) dan da lam praktik, yakni putusan MK. Hal ini dimungkinkan berdasarkan Pasal 86 UU MK yang memberikan kewenangan MK untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenanganya. Adapun pembagian ketentuan hukum acara dalam UU MK adalah Pasal 28 sampai dengan Pasal 49 UU MK memuat ketentuan hukum acara yang bersifat umum untuk seluruh kewenangan MK. Selebihnya merupakan ketentuan hukum tentang acara yang berlaku untuk setiap kewenangan MK, yaitu Pasal 50 sampai dengan Pasal 60 UU MK untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945, Pasal 61 sampai dengan Pasal 67 UU MK untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberi kan oleh UUD 1945, Pasal 68 sampai dengan Pasal 73 UU MK untuk memutus pembubaran partai politik, Pasal 74 sampai dengan Pasal 79 UU MK untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, dan Pasal 80 sampai dengan Pasal 85 UU MK ketentuan hukum acara tentang kewajiban MK untuk memutus pend apat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai adanya pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, kemudian yang terakhir ini berlaku juga ketentuan dalam Pasal 7B UUD 1945 sebagaimana diuraikan di atas.
PAGE – 5 ============
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Dalam Teori dan Praktik 853PEMBAHASAN KETENTUAN HUKUM ACARA UMUM Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa hukum acara MK terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum acara bersi fat umum dan khusus. Ketentuan hukum acara umum mengatur ten tang ketentuan-ketentuan yang bersifat umum, yaitu ketentuan tentang persidangan, syarat permohonan, dan perihal putusan. Ketentuan dalam hal persidangan di MK misalnya, MK memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang plen o yang dihadiri oleh seluruh hakim yang terdiri atas 9 (sembilan) orang, hanya dalam keadaan filuar biasafl, maka sidang pleno tersebut dihadiri sekurang-kurangnya 7 (tujuh) Hakim Konstitusi 3. Keadaan luar biasa itu dimaksudkan adalah meninggal dunia a tau terganggu ÀVLNMLZDQ\DVHKLQJJDWLGDNPDPSXPHODNVDQDNDQNHZD MLED sebagai Hakim 4.Pimpinan sidang pleno adalah Ketua MK. Dalam hal Ketua berhalangan, maka sidang dipimpin oleh Wakil Ketua , dan manakala Ketua dan Wakil Ketua berhalangan untuk memimpin si dang, maka pimpinan sidang dipilih dari dan oleh Anggota MK. 5 Pemeriksaan dapat dilakukan oleh panel hakim yang dibentuk MK, terdiri sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim. Hasil dari pemeriksaan panel disampaikan kepada sidang pleno untuk pengamb ilan putusan maupun untuk tindak lanjut pemeriksaan. 6 Sidang pleno untuk laporan panel pembahasan perkara dan pengambilan pu tusan itu disebut Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang tertutup untuk umum. Berbeda dengan pemeriksaan, baik yang dilakukan oleh pleno maupun panel, diselenggarakan dalam sidang terbuka untuk umum. 3 Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi , Pasal 28 ayat (1). 4 Ibid, Penjelasan Pasal 28 ayat (1). 5 Ibid, Pasal 28 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). 6 Ibid., Pasal 28 ayat (4)
PAGE – 6 ============
854Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 6, Desember 2011ISSN 1829-7706 Setelah RPH mengambil putusan dalam sidang tertutup, maka putusan itu kemudian diucapkan dalam sidang pleno t erbuka untuk umum yang sekurang-kurangnya di hadiri oleh 7 (tujuh) orang Hakim .7 Ketentuan pengucapan putusan dalam sidang terbuka untuk umum ini merupakan syarat sah dan mengikatnya putusan .81. Pengajuan Permohonan Permohonan yang diajukan harus memenuhi ketentuan- ketentuan sebagai berikut: a. ditulis dalam Bahasa Indonesia; b. ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya; c. dalam 12 (duabelas) rangkap; d. memuat uraian yang jelas mengenai permohonannya: i. pengujian undang-undang terhadap UUD 1945; ii. sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; iii. pembubaran partai politik; iv. perselisihan tentang hasil pemilihan umum, atau v. pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presid en diduga telah melakukan pelanggaran hukum atau perbuatan tercela, dan atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaiman a dimaksud dalam UUD 1945. e. Sistematika uraian; i. nama dan alamat pemohon atau kuasanya (identitas dan posisi pihak); ii. dasar-dasar permohonan (posita) , meliputi terkait dengan; – kewenangan;- kedudukan hukum (legal standing); – pokok perkara; iii. hal yang diminta untuk diputus (petitum) sesuai dengan ketentuan dalam setiap permohonan; f. dilampiri alat-alat bukti pendukung. 7 Ibid., Pasal 28 ayat (1) dan ayat (5). 8 Ibid., Pasal 28 ayat (6).
PAGE – 8 ============
856Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 6, Desember 2011ISSN 1829-7706 Macam-macam alat bukti yang dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi adalah: a. surat atau tulisan; b. keterangan saksi; c. keterangan ahli; d. keterangan para pihak; e. petunjuk; dan f. alat bukti berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Alat bukti yang disertakan dalam permohonan itu akan diperiksa oleh hakim di dalam sidang. Dalam pemeriksaan itu pemohon harus dapat mempertanggung jawabkan perolehan alat bukti yang diajukan secara hukum. Pertanggungjawaban perolehan secara hukum ini menentukan suatu alat bu kti sah. Penentuan sah atau tidaknya alat bukti itu din yatakan dalam persidangan .11 Terhadap alat bukti yang dinyatakan sah, MK kemudian melakukan penilaian dengan memperhatikan persesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain di dalam RPH . Mengingat pentingnya tahap pemeriksaan pembuktian sebagai tahap yang menentuka n, maka kehadiran para pihak, saksi dan ahli untuk memenuhi panggilan MK adalah kewajiban. Oleh karena itu dalam hal para pihak adalah lembaga negara maka dapat diwakili oleh pejabat yang ditunjuk atau kuasanya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Untuk itu, agar yang dipanggil itu dapat mempersiapkan segala sesuatunya, maka panggil an MK harus telah diterima dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari persidangan. 12 Saksi yang tidak hadir dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hal. 160. 11 Ibid., Pasal 36 ayat (1) sampai dengan ayat (4). 12 Dalam Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, menyatakan, fiPemberitahuan penetapan hari sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah diterima oleh para pihak yang berperkara dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari
PAGE – 9 ============
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Dalam Teori dan Praktik 857dalam persidangan, sedangkan ia telah dipanggil secara patut menurut hukum ketidak hadirannya itu tanpa alasan yang sah, Mahkamah Kontitusi dapat meminta bantuan kepolisian untuk menghadirkannya secara paksa .4. Pemeriksaan Pendahuluan Sidang pertama harus ditetapkan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan dicatat dalam buku register sebagaimana diatur dalam Pasal 34 UU MK. Sidang pertama ini adalah sidang untuk pemeriksaan pendahuluan. Sidang ini merupakan sidang sebelum memeriksa pokok perkara. Dalam sidang pertama ini MK mengadakan pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan materi permohonan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh panel atau pleno dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang terbuka untuk umum. Apabila dalam pemeriksaan ini ternyata materi permohonan itu tidak lengkap dan/atau tidak jelas, maka menjadi kewajiba n MK memberikan nasihat kepada pemohon untuk melengkapi dan/ atau memperbaikinya. Untuk itu kepada pemohon diberikan waktu paling lambat 14 (empatbelas) hari 13.5. Pemeriksaan Persidangan Pemeriksaan permohonan atau perkara konstitusi dilakukan dalam sidang MK terbuka untuk umum, hanya Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang dilakukan dalam sidang tertutup. Karena sidang terbuka itu dapat dihadiri oleh siapa saja, sedangkan pemeriksaan perkara itu memer lukan keseksamaan yang tinggi dan ketenangan, maka setiap orang yang hadir dalam persidangan itu wajib mentaati tata tertib persidangan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang, MK telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) tentang tata tertib persidangan yakni PMK Nomor 03/PMK/2003. Oleh karena itu siapa yag melanggar kerja sebelum hari persidanganfl. 13 Ibid., Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2).
PAGE – 10 ============
858Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 6, Desember 2011ISSN 1829-7706 tata tertib persidangan ini dikategorikan sebagai penghinaan terhadap Mahkamah Konstitusi (Contempt of Court). Dalam pemeriksaan persidangan Hakim Konstitusi memeriksa permohonan yang meliputi kewenangan MK terkait dengan permohonan, kedudukan hukum ( legal standing ) pemohon, dan pokok permohonan beserta alat bukti ya ng diajukan dalam persidangan. Para pihak yang berperk ara, saksi serta ahli memberikan keterangan yang dibutuhkan. Demikian pula lembaga negara yang terkait dengan permohonan. Untuk kepentingan pemeriksaan itu MK wajib memanggil para pihak, saksi dan ahli dan lembaga negara dimaksud. Hakim d apat pula meminta keterangan tertulis kepada lembaga negara d imaksud, dan apabila telah diminta keterangan tertulis itu, lembaga negara wajib memenuhinya dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permintaan itu diterima .Kehadiran para pihak berperkara dalam persidangan dapat didampingi atau diwakili oleh kuasanya berdas arkan surat kuasa khusus. Bahkan dapat pula didampingi oleh selain kuasanya, hanya saja apabila didampingi oleh selain kuasanya, pemohon harus membuat surat keterangan yang diserahkan kepada Hakim Konstitusi dalam persidangan .6. Putusan Dasar hukum putusan perkara konstitusi adalah UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis negara Republik Indonesia. Untuk putusan yang mengabulkan harus didasarkan pada sekurang- kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah dan keyakinan hakim bahwa permohonan itu memenuhi alasan dan syarat-sya rat konstitusional sebagaimana dimaksud dalam konstitusi. Oleh karena itu putusan harus memuat fakta-fakta yang terungkap dan terbukti secara sah di persidangan dan pertimba ngan hukum yang menjadi dasarnya. Cara pengambilan putusan dilakukan dengan musyawara h untuk mufakat dalam RPH melalui sidang pleno tertut up
PAGE – 11 ============
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Dalam Teori dan Praktik 859dipimpin oleh Ketua sidang. Ketentuan mengenai ketu a sidang pleno sebagaimana telah disebutkan di atas b erlaku secara mutatis mutandis dalam RPH ini. Di dalam rapat pengambilan putusan ini setiap hakim konstitusi men yampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap permoh onan (legal opinion). Dengan demikian maka tidak ada suara abstain dalam rapat pengambilan putusan . Dalam hal putusan tidak dapat dihasilkan melalui musyawarah untuk mufakat, maka musyawarah ditunda sampai sidang pleno berikutnya. Dalam permusyawaratan itu diusahakan secara sungguh-sungguh untuk mufakat. Namun apabila ternyata tetap tidak dicapai mufakat itu, maka putusan diambil dengan suara terbanyak. Pengambilan putusan dengan suara terbanyak bisa jadi mengalami kegagalan karena jumlah suara sama. Apabila demikian, maka suara terakhir k etua sidang pleno hakim menentukan. Dalam pengambilan putusan dengan cara demikian tersebut, pendapat hakim yang berbeda dimuat dalam putusan. Putusan dapat diucapkan pada hari itu juga atau ditunda pada hari lain. Hari pengucapan putusan itu diberitahukan kepada para pihak .Putusan yang telah diambil dalam RPH itu dilakukan editing tata tulis dan redaksinya sebelum ditandata ngani oleh hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus, dan panitera yang mendampingi hakim, kemudian ditetapka n jadwal pengucapan putusan setelah jadwal itu di tetapkan hari, tanggal dan jamnya, pihak-pihak dipanggil. Putusan diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Sejak pengucapan itu, putusan MK sebagai putusan pengadilan tingkat pertama GDQWHUDNKLUEHUNHNXDWDQKXNXPWHWDSGDQÀQDO$UWL Q\D terhadap putusan tersebut tidak ada upaya hukum lagi dan waib dilaksanakan. 14Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan Demi Keadil an Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Seperti juga putusan 14 Ibid., Pasal 46a dan 47.
92 KB – 31 Pages