Nama lengkap Imam Syafi’i adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i al-Muththalibi al-Qurasyi. Ia lahir pada tahun 150 H atau 767 M. Ada perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah terkait tempat lahir Imam Syafi’i. Ada yang mengatakan di Gaza, ada juga yang berpendapat di Asqalan, dekat Gaza. Ketika berumur dua tahun, Imam Syafi’i dibawa ke tanah leluhurnya di Mekkah oleh sang ibu, setelah ayahnya meninggal. Sejak kecil, Imam Syafi’i pandai dalam sastra Arab, di mana ia mampu menghafal berbagai syair-syair Arab. Berkat bimbingan ibunya, Fatimah, ia mampu membaca dan menghafal Al Quran. Setelah itu, ia berguru kepada Sufian bin Uyainah, salah satu ahli hadis di Mekkah. Imam Syafi’i juga berguru kepada Muslim bin Khalid Al-Zanji, yang merupakan ahli fikih di Mekkah. Pada 780, ketika berusia 13 tahun, ia berangkat ke Madinah untuk berguru kepada Imam Malik, yang merupakan ahli fikih dan hadis sekaligus pendiri Mazhab Maliki.

Dari Madinah, Imam Syafi’i sempat mendapatkan pekerjaan di kantor pemerintah di Yaman. Namun, ia ditangkap oleh polisi Kekhalifahan Abbasiyah karena dituduh berafiliasi dengan organisasi ilegal. Imam Syafi’i lantas dikirim ke Bagdad, Irak, untuk diadili langsung di depan Khalifah Harun al-Rasyid. Beruntung, ia mampu membela diri dan akhirnya dilepaskan. kemudian pindah ke Bagdad pada 801 untuk berguru kepada Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani tentang fikih Hanafi.

Setelah bebas, Imam Syafi’i kembali ke Mekkah untuk kemudian mengisi kajian fikih serta memberikan fatwa di Masjidil Haram. Pada periode inilah, Imam Syafi’i sering melakukan perjalanan dari Mekkah ke Bagdad untuk mulai merintis mazhabnya sendiri, yakni Mazhab Syafi’i.

Selama mengembangkan mazhabnya di Bagdad, Imam Syafi’i mulai muak dengan Kekhalifahan Abbasiyah yang kerap terlibat dalam perang saudara. Di saat yang sama, ia mulai menyusun kitab dalam bidang Ushul Fikih yang berjudul Al-Risalah. Selain itu, ia juga mengarang kitab di bidang fikih yang berjudul Al-Hujjah atau yang dikenal dengan Mazhab Qadim. Karena tidak mau lagi berurusan dengan Kekhalifahan Abbasiyah, pada 816, Imam Syafi’i meninggalkan Bagdad menuju Mesir. Di Mesir, Imam Syafi’i terus mengembangkan dan menyebarkan mazhabnya yang didasarkan pada empat sumber hukum, yaitu Al Quran, Sunnah, pendapat hukum masyarakat, dan elaborasi hukum dari teks aslinya dengan menggunakan analogi.

Murid Imam Syafi’I, antara lain:  Ahmad bin Hambal, Al-Hasan bin Muhammad Az-Za’farani, Ishaq bin Rahawih, Harmalah bin Yahya, Sulaiman bin Dawud Al-Hasyimi, dan Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al-Kalbi.

 Imam Syafi’i juga diketahui mempunyai beberapa murid di Mesir, seperti  Abu Yaqub al-Buwaithi, Ismail al-Muzani, dan Rabi’ al-Muradi. Imam Syafi’i juga banyak merevisi fatwanya dengan yang baru atau lebih dikenal dengan Mazhab Jadid. Fatwa revisinya tersebut dicantumkan dalam kitab Imam Syafi’i yang berjudul Al-Umm. Seiring berjalannya waktu, Mazhab Syafi’i menyebar dari Mesir kemudian populer di kalangan ulama Islam Sunni. Imam Syafi’i menghabiskan sisa hidupnya di Mesir hingga meninggal pada 204 H atau 821 M.

Karya Imam Syafi’i yaitu : Al-Umm, Al-Risalah, Al-Hujjah, Musnad al-Shafi’I, Al sunan al Ma’thour dan Jma’ al ilm.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *