Pandangan Ki Hadjar Dewantara yang akan ditelaah dalam artikel ini meliputi; tri pusat pendidikan karakter, teori Trikon sebagai rujukan pendidikan. Page 3. 3.
122 KB – 16 Pages
PAGE – 1 ============
1 PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT KI HA D JAR DEWANTARA Haryanto Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY, [email protected] HP. 08122762981 Abstract N ow days the issue of char acter is quite interesting to be dis cuss ed about, beco use our education practice is unpredictable . E ducation practice which happen s in classes, it only increase s the cognitive skill at the very low level of education . So that our education only provide scholastic human and inte lectually smar t but less character in it as a real human – being. Ki Hadjar Dewantara had his view and concept about education character long time ago . Some of view and concept of character education according to Ki Hadjar Dewantara obtains; 1) practice emotional intelege nce well, beca use it will build a good character and strong persona lity, which in the end, it can defeat the anger and another bad habit, 2) character education need to be focus ed on three center of education (family, school, and society) sinergically, 3) when we improve ch ar acter, we sh all pay attention o ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, and tut wuri handayani ), and 4) the character education must include the nation spirit for instant by giv ing examples, repetition of good habit, action, and physics – psyche experiences. Key Word: education character, t hree center of education , among system Pendahuluan Pendi dikan Karakter untuk Membangun K eber adab an B angsa g kementerian pendidikan dalam memperingati hari Pendidikan Nasional 2010 . Sejak saat itu banyak ahli pendidikan, pengamat pendidikan, dan praktisi pendidikan mencoba menterjemahkan pendidikan karakter menurut versinya masing – masing. L embaga pendidikan (ba ik sekolah maupun perguruan tinggi), berlomba untuk menterjemahkan pendidikan karakter itu dalam praksis pendidikan di lembaganya masing – masing. Sekolah men cirikan pendidikan karakter dengan pendidikan budi pekerti. Perguruan tingg i melakukan kajian – kajian ilmiah dan mendalam tentang apa , mengapa , dan bagaimana pendidikan karakter dalam praksis pendidikan. Isu pendidikan karakter menjadi menge depan bukan hanya karena menjadi tema peringatan hari Pendidikan Nasional 2010 , melainkan lebih disebabkan oleh kepri hatinan kita terhadap praksis pendidikan yang semakin hari semakin tidak jelas arah dan hasilnya.
PAGE – 2 ============
2 Pendidikan yang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqw a kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis se rta bertanggung jawab (pasal 3). Hanya dalam kenyatan, justru banyak warga n egara yang tidak berakhlak mulia ( sejenis korupsi , penyalahgun a an narkoba, dan kekerasan), kurang mandiri (konsumtif), tidak bertanggung jawab, dan kasus lain yang justru bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Beberapa kasus di atas men unjukkan bahwa pendidikan kita belum mampu membangun karakte r bangsa. Praksis pendidikan yang terjadi di kelas – kelas tidak lebih dari latihan – latihan skolastik, seperti mengenal, membandingkan, melatih, dan menghapal, yakni kemampuan kognitif yang sangat sederhana , di tingkat paling rendah (Winarno Surachmad, dkk.: 2003 : 114 ). Secara lebih ekstrim Helena Asri Sinawang (2008), mengatakan bahwa k ecenderungan yang muncul, pendidikan dipersempit menjadi “persekolahan” yang kemudian dipersempit lagi dengan “pengajaran”. Selanjutnya “pengajaran” dipersempit kembali dengan “pengajaran di ruang kelas” dan semakin sempit menjadi penyampaian materi kurikulum yang hanya berorientasi pada pencapaian target sempit ujian nasional (UN). Penyempitan seperti ini hanya mengarah pada aspek kognitif dan intelektual. Sedangkan unsur fund amental yang berakar pada nilai moral dari pendidikan itu sendiri terlupakan. Akibatnya pendidikan hanya menghasilkan manusia yang skolastik dan pandai secara intelektual namun kurang memiliki karakter utuh sebagai pribadi. Apa yang salah dengan pendidikan sehingga setelah lebih dari enampuluh tahun Indonesia merdeka , pendidikan nasional belum mampu berfungsi menunjang tumbuhnya bangsa yang berkarakter ? Selama masalah pendidikan dibiarkan mengelinding bebas, sehingga siapapun boleh dan berhak meng ulas masal ah pendidikan dengan versinya masing – masing tanpa landasan falsafah yang memadai, maka potret pe ndidikan kita akan semakin carut – marut. Itulah sebabnya maka kajian tentang pandangan tokoh pendidikan kita (Ki Hadjar Dewantara) terhadap persoalan pendidikan karakter menjadi sesuatu yang penting untuk ditelaah. Pandangan Ki Hadjar Dewantara yang akan ditelaah dalam artikel ini meliputi; tri pusat pendidikan karakter, teori Trikon sebagai rujukan pendidikan
PAGE – 3 ============
3 karakter, asas dan dasar pendidikan karakter, sistem p endidikan karakter, dan corak & cara pendidikan karakter. Ki Hadjar Dewantara Ki Hadjar Dewantara masa kecilnya bernama R.M. Soewardi Surjaningrat, lahir pada hari Kamis Legi, tanggal 02 Puasa tahun Jawa, bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1889 M. Ayahnya bernama G.P.H. Surjaningrat putra Kanjeng Hadipati Harjo Surjo Sasraningrat yang bergelar Sri Paku Alam ke – III. Ibunya adalah seorang putri kerat o n Yogyakarta yang lebih dikenal sebagai pewaris Kadilangu keturunan langsung Sunan Kalijogo (Darsiti Suratman , 1985 : 2 ). . Ki Ha d jar Dewantara pertama kali masuk Europeesche Lagere School. Setelah tamat dari Europeesche Lagere School, Ki Ha d jar melanjutkan pelajarannya ke STOVIA, singkatan dari School Tot Opleiding Van Indische Arsten . Ki Ha d jar tidak menamatkan pelajaran di STOVIA. Ki Hajar juga mengikuti pendidikan sekolah guru yang disebut Lagere Onderwijs, hingga berhasil mendapatkan ijasah (Irna H.N., Hadi Soewito, 1985 : 16 ) . Bersama dengan Tjipto Mangunkusumo pada permulaan Juli 1913 membentuk Committee to t H erdenking van Nederlandsch Honderdjarige Vrijheid peringatan 100 tahun kemerdekaan Nederland) yang dalam bahasa Indonesia disingkat adanya perayaan kemerdekaan Belanda karena rakyat Indonesia d ipaksa secara halus harus memungut uang sampai ke pelosok – pelosok. Akibat terlalu banyak protes dalam art ikel dan tu lisan di brosur ketiga pemimpin Indische Party (tiga serangkai) ditangkap dan ditahan. Dalam waktu yang am at singkat, pada 18 Agustus 1913 keluarlah surat dari wali negara untuk ketiga pemimpin tersebut. Ketiganya dikenakan hukuman buang; Soewardi ke Bangka, Tjipto Mangunkusumo ke Banda Neira , dan Douwes Dekker ke Timur Kupang. Keputusan itu disertai ketetapan bahwa mereka bebas untuk berangkat keluar jajahan Belanda. Ketiganya ingin mengganti hukuman interniran dengan hukuman externir , dan memilih negeri Belanda sebagai tempat pengasingan mereka.
PAGE – 4 ============
4 Ketika di negeri Belanda perhatian Soewardi Soejaningrat tertari k pada masalah – masalah pendidikan dan pengajaran di samping bidang sos ial politik. Ia menambah pengetahuannya dalam bidang pendidikan dan pada tahun 1915 memperoleh akte guru. Tokoh – tokoh besar dalam bidang pendidikan mulai dikenalnya, antara lain; J.J. Ro usseau, Dr. Frobel, Dr. Montessori, Rabindranath Tagore, John Dewey , dan Kerschensteiner. Kindergarten Casa dei Bambini a gore, pujangga te rkenal dari India, pendiri perguruan Santi Niketan Pengalaman Ki Hadjar Dewantara dan kawan – kawannya di lapangan perjuangan politik, dengan melalui berbagai rintangan, penjara dan pembuangan dengan segala hasilnya, menimbulkan pikiran baru untuk meninja u cara – cara dan jalan untuk menuju kemerdekaan Indonesia (Muchammad Tauchid, 1963 : 29 ). Ki Hadjar Dewantara yang terus berjuang tak kenal lelah tersebut dalam menghadapi berbagai masalah, ternyata dia menaruh perhatian terhadap pe ndidikan karakter bangsa . Pendidikan Karakter: Mengapa baru sekarang? Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai – nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil , dimana tujuan pendidikan k arakter adalah m eningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah melalui pembentukan karakter peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Adapun nilai – nilai yang perlu di hayati dan diamalkan oleh gur u saat mengajarkan mata pelajaran di s e kolah adalah : religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras , kerja cerdas , kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta dama i, senang membaca, peduli sosial, peduli lingkungan, dan tanggung jawab . Penanaman nilai – nilai karakter juga dapat dilakukan melalui ekstra kurikuler. Penanaman nilai – nilai karakter melalui keg iatan ekstra kurikuler meliputi: pembiasaan akhlak mulia, kegia tan Masa Orientasi Sekolah (MOS), kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), tata krama dan tata tertib kehidupan sosial sekolah, kepramukaan, upacara bendera, pendidikan pendahuluan bela negara, pendidikan berwawasan kebangsaan, UKS, PMR, serta penc egahan penyalahgunaaan narkoba.
PAGE – 5 ============
5 Kata karakter berasal dari bahasa inggris characte r , artinya watak. Kata ini menjadi semakin populer setelah Mendiknas RI mencanangkan pendidikan berbasis karakter pada saat peringatan Hari Pendidikan Nasional pada tahun 201 0. Mengapa pendidikan karakter baru dicanangkan sekarang? Ki Hadjar Dewantara telah jauh berpikir dalam masalah pendidikan karakter. Mengasah kecerdasan budi sungguh baik, karena dapat membangun budipekerti yang baik dan kokoh, hingga dapat mewujudkan kepr ibadian ( persoonlijkhheid ) dan karakter (jiwa yang berasa s hukum kebatinan). Jika itu terjadi orang akan senantiasa dapat mengalahkan nafsu dan tabiat – tabiatnya yang asli (bengis, murka, pemarah, kikir, keras, dan lain – lain) ( Ki Hadjar Dewantara dalam Maje lis Luhur Persatuan Tamansiswa: 1977 : 24 ). atau watak atau karakter bulatnya jiwa manusia berasas hukum kebatinan memiliki kecerdasan budipekerti itu senantiasa memikir – mikirkan dan merasa – rasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan , dan dasar – dasar yang pasti dan tetap . Itulah sebabnya orang dapat kita kenal wataknya dengan pasti; yaitu karena watak atau budipeker ti itu memang bersifat tetap dan pasti. Budipekerti, watak , atau karakter , bermakna bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan berarti pikiran perasaan kemauan, se dan g sifatnya jiwa manusia, mulai angan – angan hingga terjelma sebagai tenaga – tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri (mandiri, zelfbeheersching ) . Inilah manusia yang beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan. Jadi teranglah di sini bahwa pendidikan itu berkuasa untuk mengalahkan dasar – dasar dari jiwa manusia , baik dalam arti melenyapkan dasar – dasar yang jahat dan m naturaliseeren tabiat – bersatu dengan jiwa.
PAGE – 6 ============
6 Lebih lanjut Ki Hadjar Dewan tara mengatakan bahwa; Pendidikan i alah usaha kebudayaan yang bermaksud memberi bimbingan dalam hidup tumbuhnya jiwa raga anak agar dalam kodrat pribadinya serta pengaruh lingkunganannya, mereka memperoleh kemajuan lahir batin menuju ke arah adab kemanusiaan (Ki Suratman, 1987 : 12 ) . Sedang yang dimaksud adab kemanusiaan adalah tingkatan tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia yang berkembang selama hidupnya. Artinya dalam upaya mencapai kepribadian seseorang atau karakter seseorang , maka adab kemanusiaan adalah tingkat yang tertinggi. Dari – dimaknai bahwa manusia bereksistensi ragawi dan rokhani atau berwujud raga dan jiwa. Adapun p engertian jiwa dalam budaya bangsa meliputi ngerti, ngrasa, lan nglakoni ( cipta, rasa , dan karsa ) . Kalau digunakan dalam istilah psikologi, ada kesesuaiannya dengan aspek atau domain kognitif, domain emosi , dan domain ps ikomotorik atau konatif. Ki Hadjar Dewantara lebih lanjut menegaskan bahwa pendidikan itu suatu tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak – anak. Ini berarti bahwa hidup tumbuhnya anak – anak itu terletak di luar kecakapan atau ke hendak para pendidik. Anak itu sebagai makhluk, sebagai manusia, sebaga i benda hidup teranglah hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Seperti yang termaktub di muka, maka apa yang dikatakan kekuatan kodrati yang ada pada anak itu tidak lain ialah segala kekuatan di dalam hidup batin dan hidup lahir dari anak – anak itu, ya ng ada karena kekuatan kodrat. Kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan – kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu. Dari konsepsi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Ki Hadjar Dewant ara ingin; a) m enempatkan anak didik sebagai pusat pendidikan , b) m emandang pendidikan sebagai suatu proses yang dengan demikian bersifat dinamis , dan c) m engutamakan keseimbangan antar cipta, rasa , dan karsa dalam diri anak. Dengan demikian pendidikan yan g dimaksud oleh Ki Hadjar Dewantara memperhatikan keseimbangan cipta, rasa , dan karsa tidak hanya sekedar proses alih ilmu pengetahuan saja atau transfer of knowledge , tetapi sekaligus pendidikan juga sebagai
PAGE – 8 ============
8 f. Dasar pemikiran Ki Hadjar Dewantara ialah usaha untuk menghidupkan, menambah dan memberikan perasaan kesosialan sang anak (Ki Gunawan, 1989 : 36 ) . Pandangan yang demikian itu, membuat Ki Hadjar Dewantara tidak memandang perguruan atau sekolah sebagai lembaga yang memiliki orientasi mutlak dalam proses pe mbentukan karakter anak. Justru dia memandang pendidikan sebagai sua tu proses yang melibatkan unsur – unsur lain di luar sekolah . Tiap – tiap pusat harus mengetahui kewajibannya masing – masing , atau kewajibannya sendiri – sendiri , dan mengakui hak pusat – pusat lainnya yaitu; alam keluarga untuk me ndidik budipekerti dan laku sos ial. Alam sekolah sebagai balai wiyata bertugas menc erdaskan cipta, rasa, dan karsa secara seimbang . Sedangkan alam pemuda atau masyarakat untuk melakukan penguasan diri dalam pembentukan watak atau karakter . Ketiga lingku ngan pendidikan tersebut sangat erat kaitannya satu dengan lainnya , seh ingga tidak bisa dipisah – pisahkan, dan memerlukan kerjasama yang sebaik – baiknya, untuk memperoleh hasil pendidikan maksimal seperti yang dicita – citakan. Hubungan sekolah (perguruan) den gan rumah anak didik sangat erat, sehingga berlangsungnya pendidikan terhadap anak selalu dapat diikuti serta diamati, agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pamong sebagai pimpinan harus bertindak tutwuri handayani, ing madya mangun karsa , dan ing ngarsa sung tuladha yaitu; mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, berada di tengah memberi semangat, berada di depan menjadi teladan. Teori Trikon sebagai rujukan pendidikan karakter Selain tripusat pendidikan Ki Hadjar Dewantara men gemukakan ajaran Trikon atau Teori Trikon. Teori Trikon merupakan usaha pembinaan kebudayaan nasi onal yang mengandung tiga unsur yaitu kontinuitas, konsentrisitas, dan konvergensi. a. Dasar Kontinuitas Dasar kontinuitas berarti bahwa budaya , kebudayaan atau g aris hidup bangsa itu sifatnya continue, b ersambung tak putus – putus. Dengan perkembangan dan kemajuan kebudayaan, garis hidup bangsa terus menerima pengaruh nilai – nilai baru, garis kemajuan suatu bangsa ditarik terus. Bukan loncatan terputus – putus dari gar is asalnya. Loncatan putus – putus akan kehilangan pegangan. Kemajuan suatu bangsa ialah lanjutan dari garis
PAGE – 9 ============
9 hidup asalnya, yang ditarik terus dengan menerima nilai – nilai baru dari perkembangan sendiri maupun dari luar. Jadi kontinuitas dapat diartikan bahwa dalam mengembangkan dan membina karakter bangsa harus merupakan kelanjutan dari budaya sendiri. b. Dasar Konsentris Dasar konsentris berarti bahwa dalam mengembangkan kebudayaan harus bersikap terbuka, namun kritis dan selektif terhadap pengaruh kebudaya an di sekitar kita. Hanya unsur – unsur yang dapat memperkaya dan mempertinggi mutu kebudayaan saja yang dapat diambil dan diterima, setelah dicerna dan disesuaikan dengan kepribadian bangsa. Hal ini merekomendasikan bahwa pembentukan karakter harus berakar pad a budaya bangsa, meskipun tidak tertutup kemungkinan untuk mengakomodir budaya luar yang baik dan selaras dengan budaya bangsa. c. Dasar Konvergensi Dasar konvergensi mempunyai arti bahwa dalam membina karakter bangsa , bersama – sama bangsa lain diusahakan terb inanya karakter dunia sebagai kebudayaan kesatuan umat sedunia (konvergen), tanpa mengorbankan kepribadian atau identitas bangsa masing – masing. Kekhususan kebudayaan bangsa Indonesia tidak harus ditiadakan, demi membangun kebudayaan dunia. Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam mengembangkan karakter dan membina kebudayaan bangsa harus merupakan kelanjutan dari budaya sendiri ( kontinuitas ) menuju ke arah kesatuan kebudayaan dunia ( konvergensi ), dan tetap terus memiliki dan membina sifa t kepribadian di dalam lingkungan kemanusiaan sedunia ( konsentrisitas ). Dengan demikian maka pengaruh terhadap kebudayaan yang masuk, harus bersikap terbuka, disertai sikap selektif sehingga tidak menghilangkan identitas sendiri. Asas – as as dan Dasar Pendid ikan Taman Siswa yang didirikan Ki Hadjar Dewantara di Yogyakarta pada tanggal 3 Juli 1922 bertujuan mengganti si stem pendidikan dan pengajaran Belanda dengan si stem baru berdasarkan kebudayaan sendiri. Untuk mewujudkan cita – citanya itu, maka diterapkan as as – as a s pendidikan dan dasar – dasar. As as pendidikan ini dikenal dengan a s as 1922 .
PAGE – 10 ============
10 a. Pasal pertama: Hak seseorang akan mengatur dirinya sendiri dengan mengingati tertibnya persatuan, dalam perikehidupan umum. Tertib dan damai itulah tujuan kita yang tertinggi . Tidak akan ada ketertiban jika tidak ada kedamaian. Sebaliknya tidak ada kedamaian selama orang dirintangi dalam mengembangkan hidupnya yang wajar. Tumbuh menurut kodrat merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan yang wajar, mengutamakan perkembangan diri menurut kodratnya. Oleh karenanya Ki Hadjar Dewantara menolak faham pendidikan dalam arti dengan sengaja membentuk watak b. Pasal kedua: Dalam si stem ini maka pelajaran berarti mendi dik anak menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya , dan merdeka tenaganya. Dengan demikian seorang guru atau pamong tidak hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik saja, tetapi juga harus mendidik kepada siswa untuk mencari sendiri peng etahuan itu dan memakainya untuk amal keperluan umum. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran Ki Hadjar Dewantara mengutamakan kemandirian pada diri peserta didik, yang dengannya peserta didik akan memiliki karakter mandiri c. Pasal keti ga: tentang zaman yang akan d ata ng, rakyat kita ada di dalam kebingungan. Sering kita tertipu oleh keadaan, yang kita pandang perlu dan laras untuk hidup kita, padahal itu adalah keperluan bangsa asing, yang sulit didapatnya dengan alat penghidupan kita sendiri. Demikianlah acapkali k ita merusak sendiri kedamaian hidup kita . Lagi pula kita sering mementingkan pengajaran menuju terlepasnya pikiran, padahal pengajaran itu membawa kita kepada gelombang penghidupan yang tidak merdeka dan memisahkan orang – orang yang terpelajar dengan rakyat nya. Dalam zaman kebingungan ini seharusnyalah keadaan kita sendiri, kita pakai sebagai penunjuk jalan, untuk mencar i penghidupan baru, yang selaras dengan kodrat kita dan akan memberi kedamaian dalam hidup kita. Pasal ini juga merupakan bagian penting dal am membangun karakter anak bangsa untuk menjadi manusia yang tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa yang beradab d. Pasal keempat: Dasar kerakyatan. Pengajaran yang hanya terdapat pada sebagian kecil rakyat Indonesia tidak berfaedah untuk bangsa, maka seh arusnyalah golongan rakyat yang terbesar mendapat pengajaran secukupnya. Hal ini mengandung pengertian, bahwa memajukan pengajaran untuk rakyat umum atau kuantitas
PAGE – 11 ============
11 pendidikan lebih baik daripada meninggikan pengajaran (kualitas) jikalau meninggikan pengaja ran dapat mengurangi tersebarnya pengajaran. e. Pasal kelima: Untuk dapat berusaha menuru t as as dengan bebas dan leluasa, maka kita harus bekerja menurut kekuatan sendiri. Walaupun kita tidak menolak bantuan dari orang lain, akan tetapi kalau bantuan itu akan mengurangi kemerdekaan kita lahir atau batin haruslah ditolak. Ini adalah wujud nyata karakter kemandirian. f. Pasal keenam: Keharusan untuk membelanjai diri sendiri segala usaha Taman Siswa. Z e lbedruiping – systeem amat sukar, karena untuk dapat membelanjai diri sendiri tanpa menerima bantuan orang lain diperlukan keharusan untuk hidup sederhana . Ajaran ini merekomendasikan kepada kita untuk hidup sederhana, atau dengan kata lain, h idup sederhana sebagai bentuk kara kter positif perlu terus ditradisikan g. Pasal ketujuh: Dengan tidak terikat lahir atau batin, serta kesucian hati, berminat kita menyerahkan diri untuk berhamba kepada Sang Anak . De ngan kata lain, keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan kita kepada selamat bahagianya anak didik. Selain as as – a s as tersebut yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara, Taman Siswa juga memiliki dasar – dasar pendidikan sebagai lanjuta n cita – cita Ki Hadjar Dewantara yaitu terkenal dengan sebutan Panca Darma, yaitu: a. Kodrat alam b. Kemerdekaan c. Kebudayaan d. Kebangsaan e. Kemanusiaan (Muchamad Tauchid dan Ki Suratman, 1988 : 16 ) . Kodrat alam mengandung pengertian pada hakekatnya manusia sebagai mak hluk tidak dapat terlepas dari kehendak hukum kodrat alam. Manusia akan mengalami kebahagiaan jika dapat menyatukan diri dengan kodrat alam yang mengandung segala hukum kemajuan. Dasar kemerdekaan mengandung arti, kemerdekaan sebagai karunia Tuhan kepada s
122 KB – 16 Pages