by MM Fahruddin · Cited by 7 — PUSAT PERADABAN ISLAM ABAD PERTENGAHAN: Kasus Bayt al Hikmah. M. Mukhlis Fahruddin. Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
17 pages
80 KB – 17 Pages
PAGE – 1 ============
el-Harakah, Vol. 11, No. 3, Tahun 2009 181 PUSAT PERADABAN ISLAM ABAD PERTENGAHAN: Kasus Bayt al Hikmah M. Mukhlis Fahruddin Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Jalan Gajayana No.50 Malang, Telp. 0341-3174661. 08563625347, e-mail: Mukhlis_fahruddin@yahoo.comAbstract Science had gotten progression rapidly in Abbasiyah period, it showed by practiced of books translating activity in many languages, out of arabic language and emergence Bayt al-Hikmah as center of civilization and progression in science. Bayt al-Hikmah had formed not only as library but also as translating center, discussion center, and research center. All progression in Abbasiyah period is not far from possessor support and high appreciation which they give to any master in the way to developed science. Because of that, there were various science and specialist present and it makes intellectual tradition in development of Abbasiyah period significant and dynamic. Key words: Abbasiyah period, bayt al-hikmah, science Pendahuluan Dalam sejarah peradaban Islam, kerajaan yang cukup menonjol dalam sejarah keemasaan Islam adalah kerajaan Umayyah di Spanyol yang berlangsung kurang lebih delapan abad (711-1492) dan kerajaan Abbasiyah yang berpusat di Bagdad yang berlangsung selama kurang lebih lima abad
PAGE – 2 ============
el-Harakah, Vol. 11, No. 3, Tahun 2009 182 M. Mukhlis Fahruddin(750-1258 M). (Langgulung, 2004: 71). Dua tempat ini mewakili kejayaan negara Islam di Timur dan juga Barat. Kondisi masyarakat pada masa Abbasiyah mempunyai kesadaran yang tinggi akan ilmu, hal ini ditunjukan dengan masyarakat yang sangat antusias dalam mencari ilmu, penghargaan yang tinggi bagi para ulama, para pencari ilmu, tempat-tempat menuntut ilmu, banyaknya perpustakaan-perpustakaan pribadi yang dibuka untuk umum dan juga hadirnya perpustakaan Bayt al Hikmah yang disponsori oleh khalifah pada waktu yang membantu dalam menciptakan iklim akademik yang kondusif. Tak heran jika kita menemukan tokoh-tokoh besar yang lahir pada masa ini. Tradisi intelektual inilah yang seharusnya kita contoh, sebagai usaha sadar keilmuan kita dalam mengejar ketertinggalan dan segera lepas dari keterpurukan. Dalam makalah ini penulis hanya membatasi kepada pembahasan seputar tradisi intelektual pada masa Abbasiyah dengan perpustakaan yang sangat berperan pada masa ini yaitu Bayt al Hikmah, bagaimana peran lembaga Bayt al Hikmah dalam pengembangan keilmuan, faktor-faktor yang mempengaruhi dan apa saja tradisi keintelektualan yang terjadi pada masa tersebut (Abbasiyah). Sekilas Daulah Abbasiyah Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini adalah keturunan al Abbas, paman Nabi Muhammad yaitu Abdullah al Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al Abbas. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode (Amin, 2004: 106): 1. Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama. 2. Periode Kedua (232 H/847 M-334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama. 3. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga
PAGE – 3 ============
el-Harakah, Vol. 11, No. 3, Tahun 2009 183 Pusat Peradaban Islam Abad Pertengahan masa pengaruh Persia kedua. 4. Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/l194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua. 5. Periode Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad. Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang. Walaupun dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al Abbas dan Abu Ja™far al Manshur, tetapi puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu: 1. Al Mahdi (775-785 M) 2. Al Hadi (775-786 M) 3. Harun al Rasyid (786-809 M)4. Al Ma™mun (813-833 M) 5. Al Mu™tashim (833-842 M) 6. Al Wasiq (842-847 M) 7. Al Mutawakkil (847-861 M). Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al Rasyid (786-809 M) dan puteranya al Ma™mun (813-833 M). Masa pemerintahan Harun al Rasyid yang berkuasa selama 23 tahun itu merupakan permulaan zaman keemasan bagi sejarah dunia Islam belahan timur. Seperti halnya masa pemerintahan Emir Abdulrahman II (206-238 H/822-852 M) di Cordova merupakan permulaan zaman keemasan dalam sejarah dunia Islam belahan Barat (Sou™yb, 1977: 102).
PAGE – 4 ============
el-Harakah, Vol. 11, No. 3, Tahun 2009 184 M. Mukhlis FahruddinKhalifah Harun al Rasyid memanfaatkan kekayaannya untuk keperluan sosial, misalnya rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya (Zuhairini, 1997: 96). LebihŒ lebih lagi dengan adanya lembaga keilmuan yaitu Bayt al Hikmah. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Al Ma™mun, pengganti al Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bayt al Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi bagaikan perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar dan tempat berkumpul untuk berdiskusi. Pada masa al Ma™mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Al Mu™tashim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa daulat Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Kehidupan Intelektual Kehidupan intelektual di zaman dinasti Abbasiyah diawali dengan berkembangnya perhatian pada perumusan dan penjelasan panduan keagamaan terutama dari dua sumber utama yaitu al Quran dan Hadits. Dari kedua sumber ini lalu muncullah berbagai keilmuan lainnya. Ilmu-ilmu al Quran dan ilmu-ilmu Hadits adalah dua serangkaian seri pengetahuan yag menjadi pokok perhatian dan fokus perhatian waktu itu. Perhatian itu bisa dilihat dengan banyaknya kitab yang ditulis untuk menjelaskan al Quran.
PAGE – 5 ============
el-Harakah, Vol. 11, No. 3, Tahun 2009 185 Pusat Peradaban Islam Abad Pertengahan Dari gambaran di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal kebangkitan Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat: 1. Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa. 2. Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana. Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi . Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi (Maryam, 2003: 126). Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Kemajuan diraih paling tidak, dipengaruhi beberapa hal diantaranya, terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
PAGE – 6 ============
el-Harakah, Vol. 11, No. 3, Tahun 2009 186 M. Mukhlis FahruddinPada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, sastra serta karya-karya dari Persia juga diterjemahkan (Nakosteen, 1996: 36). Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat. Tradisi yang paling berpengaruh dalam menciptakan tradisi keilmuan yang kondusif adalah gerakan penerjemahan. Gerakan terjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al Manshur hingga Harun al Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al Ma™mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas. Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode penafsiran, pertama, tafsir bi al-ma™tsur , yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al ra™yi , yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran, daripada hadits dan pendapat sahabat. Dalam perkembangan pemikiran keilmuan keislaman. kita mengenal imam-imam mazdhab hukum yang empat, mereka semua hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah yaitu; Imam Abu Hanifah (700-767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Syafi™i (767-820 M) Imam Ahmad Ibnu Hanbal (780-855 M). Hal yang sama berlaku pula dalam bidang sastra. Penulisan Hadits, juga berkembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan
PAGE – 8 ============
el-Harakah, Vol. 11, No. 3, Tahun 2009 188 M. Mukhlis FahruddinBidang kedokteran dikenal nama al Razi dan Ibnu Sina. Al Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibnu Sina. Ibnu Sina yang juga seorang filosof berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Diantara karyanya adalah al Qoonuun fi al Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah. Minat orang Arab terhadap ilmu kedokteran diilhami oleh Hadits Nabi yang membagi pengetahuan kedalam kelompok teologi dan kedokteran. Dengan demikian, seorang dokter sekaligus merupakan seorang ahli metafisika, filosofis, dan sufi. Bidang optikal Abu Ali al Hasan Ibnu al Haythami, yang di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bidang kimia, terkenal nama Jabir Ibnu Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Ia merupakan tokoh terbesar dalam bidang ilmu kimia pada abad pertengahan. Sebuah legenda menyebutkan bahwa putra mahkota Dinasti Umayyah, Khalid Ibnu Yazid ibn Mu™awiyah dan Imam Syiah ke-4, Ja™far al Shadiq dari Madinah, pernah menjadi gurunya. Ia telah mengakui dan menyatakan pentingnya eksperimen secara seksama daripada ahli kimia sebelumnya, dan telah melangkah lebih maju baik dalam perumusan teori maupun dalam praktik kimia. Karya- karyanya, seperti, Kitab al Rahmah (Buku Cinta), Kitab al Tajmi (Buku tentang konsentrasi), al Zi™baq al Syarqi (Air Raksa Timur) telah diterbitkan. Jabir menggambarkan secara ilmiah dua operasi utama kimia: kalnikasi dan reduksi kimiawi. Ia memperbaiki berbagai metode penguapan, sublimasi, peleburan, dan kristalisasi. Secara umum, Jabir memodifikasi teori Aristotelian tentang unsur pembentuk logam yang tetap menjadi rujukan penting dengan beberap perubahan kecil sempai era kimia modern pada abad ke-18. Tokoh penting pertama dalam zoology dan antropologi adalah Abu Utsman Amr Ibnu Bahr al Jahiz yang hidup di Basrah. Karyanya, Kitab al
PAGE – 9 ============
el-Harakah, Vol. 11, No. 3, Tahun 2009 189 Pusat Peradaban Islam Abad Pertengahan Hayawan (buku tentang hewan), lebih bersifat teologis dan folklore, tidak bernuansa biologis. Karya ini, yang di dalamnya mengutip gagasan Aristoteles, memuat satu bahasan yang menjadi cikal bakal lahirnya teori evolusi, adaptasi dan psikologi hewan. Al Jahiz tahu bagaimana memperoleh ammonia dari organ bagian dalam hewan melalui penyulingan. Di bidang matematika terkenal nama Muhammad Ibnu Musa al Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu aljabar. Kata flaljabarfl berasal dari judul bukunya, Al Jabr wa al Muqoibalah. Dalam bidang sejarah Islam terkenal nama at Tabari, al Birudin dan al Mas™udi. Al Mas™udi juga dikenal sebagai ahli dalam ilmu geografi. Di antara karyanya adalah Muuruj al Zahab wa Ma™aadzin al Jawahir . Sebagain besar sejarawan periode Abbasiyah mempelajari dan menulis tentang sejarah hidup (sirah) Nabi SAW . Salah satu sirah yang ada adalah yang ditulis oleh Muhammad bin Ishaq (w. 150 H/767 M) (Lubis, tt: 104). Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain al Farabi, Ibnu Sina, dan Ibn Rusyd. Al Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat. Yang terkenal diantaranya ialah al Syifa™ . Ibnu Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme. Penerjemahan buku-buku asing marak dilakukan pada masa ini, tidak saja karya orang Nestoris dan aliran Neoplatonis dari Mesopotania juga banyak, bahkan khalifah juga berusaha untuk membeli berbagai karya ilmiah klasik dari kalangan manapun dan dari bahasa manapun termasuk bahasa Yunani, Persia dan lainya, termasuk musuh politik mereka sekalipun, jika tidak memperoleh manuskrip dengan penaklukan. Perhatian masyarakat sangat tinggi dibidang sastra, bisa dikatakan pada abad ini adalah abad keemasan sastra Arab dan sejarah. Masyarakat Arab sangat membanggakan sastra dan asal usul mereka, dalam periode awal Abbasiyah telah didapati banyak terjemahan dari bahasa Pahleli atau adaptasi dari bahasa persia (Montgomery, 1990: 189). Banyak orang-orang yang gemar untuk menulis sastra dan sejarah kabilah-kabilah mereka, kehebatan nenek
PAGE – 10 ============
el-Harakah, Vol. 11, No. 3, Tahun 2009 190 M. Mukhlis Fahruddinmoyang meraka sangat dibanggakan. Bagian sejarah yang penting adalah riwayat Nabi Muhammad SAW. Berkembanganya pemikiran intelektual dan keagamaan pada periode ini (Abbasiyah) antara lain karena kesiapan umat Islam untuk menyerap budaya dan khazanah peradaban besar dan mengembangkannya secara kreatif, ditambah dengan dukungan dari khalifah pada waktu itu dengan memfasilitasi terciptanya iklim intelektual yang kondusi. Sumbangsih pada era ini, didukung sikap umat Islam yang terbuka terhadap seluruh umat manusia yang datang berinteraksi dengan mereka, hal inilah menimbulkan simpati dan mendorong orang-orang non arab (mawali) untuk masuk Islam (Montgomery, 1990: 103). Kelompok ini ikut memberi sumbangan besar bagi kemajuan paradaban pada masa ini. Para ilmuan pada masa ini menduduki posisi penting.Latar belakang Berdirinya Bayt al Hikmah Pada masa daulah Abbasiyah, ibukota Bagdad menjadi pusat intelektual muslim, di mana terjadi pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Perpustakaan adalah salah satu cara yang ditempuh oleh orang dahulu untuk menyiarkan ilmu pengetahuan. Pada masa itu buku-buku sulit untuk dimiliki karena belum ada mesin percetakan sehingga penyebarannya masih melalui tulisan tangan. Sehingga wajar buku-buku yang ada hanya dimiliki atau mampu dibeli oleh golongan kaya atau yang memilki kemauan keras untuk menuntut ilmu pengetahuan. Oleh kerena itu keberadaan perpustakaan sangat menolong dan bermanfaat bagi orang-orang yang ingin menggali maupun menyebarkan ilmu pengetahuan. Berbagai buku dikumpulkan diperpustakaan dan dibuka untuk umum. Dalam peradaban yang tinggi untuk ukuran saat itu, buku-buku mempunyai nilai moril yang sangat tinggi. Keberadaan buku dimuliakan, pengahargaan mereka terhadap buku-buku menjadikan mereka sangat mendukung pendirian dan keberadaan perpustakaan (Salabi, 1987: 115, 117, 120). Banyak perpustakaan yang tidak hanya didirikan di tempat-tempat umum oleh penguasa (khalifah), tetapi juga di rumah-rumah para pembesar dan orang
PAGE – 11 ============
el-Harakah, Vol. 11, No. 3, Tahun 2009 191 Pusat Peradaban Islam Abad Pertengahan kaya, karena bagaimanapun keberadaanya perpustakaan akan menjadi rumah itu lebih baik bersemarak dan tuan rumahnya menjadi orang terpandang dan mulia. Tersedianya berbagai buku serta kajian ilmiah yang dilakukan dalam perpustakaan tersebut telah menjadi salah satu bibit tumbuhnya lembaga tinggi Islam yang pertama, seperti Akademi Bayt al Hikmah di Bagdad dan Akademi Dar al Hikmah dengan Cairo (Salabi, 1987: 115). Jadi keberadaan perpustakaan dalam tradisi keilmuan Islam, mempunyai peran bukan saja sebagai sarana peminjaman buku, namun sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini juga yang terjadi pada perpustakaan Bayt al Hikmah yang disamping berfungsi sabagai perpustakaan untuk merangsang gerakan penerjemahan karya-karya logika, keilmuan dan filsafat dalam bahasa Arab juga telah menjadi pusat transmisi keilmuan pada masa daulah Abbasiyah. Menurut Ibnu al Nadhim, Bayt al Hikmah dibangan pada masa Khalifah Harun al Rasyaid dan dilanjutkan pada masa Khalifah al Amin untuk kemudian direnovasi kembali oleh Khalifah al Ma™mun pada tahun 217/832 M dengan biaya sebesar satu juta dolar (Nakosteen, 1996: 287). Hal ini ditunjukan dengan adanya ‚Abu Sahl al Fadl bin Naubakhat yang bertugas menerjemahkan buku-buku asing, yaitu dari buku-buku yang ditulis kedalam Persi ke dalam bahasa Arab di Khazanah al Hikmah pada masa Harun al Rasyid dan ‚Allan al Syu™ubi asal Persia yang bertugas menulis buku-buku pada masa Khalifah Harun al Rasyid, al Ma™mun dan keluarga al Baramikah (Lapidus, 1999: 110). Faktor-Faktor Pendorong Perkembangan Bayt al Hikmah Keberadaan Bayt al Hikmah yang membawa dunia intelektual Islam menuju masa kejayaan dan keemasan abad tengah, tentu saja telah mengundang minat para ahli untuk menganalisa dan mempelajari kondisi-kondisi internal sebagai faktor penyebab kemajuan perkembangannya. Di sini dapat dikemukakan beberapa faktor pendorong perkembangan Bayt al Hikmah tersebut, baik yang bersifat intern maupun ekstern. FaktorŒfaktor intern yang dimaksud adalah: 1. Terciptanya stabilitas politik, kemakmuran ekonomi dan adanya dukungan
80 KB – 17 Pages