by ZUL VIRDIANI · 2008 · Cited by 1 — KEMATIAN SESEORANG DITINJAU DARI. HUKUM ISLAM. (Studi di Desa Sroyo Kecamatan Jaten Upacara kumpul-kumpul untuk selamatan orang mati pada hari-.
17 pages

55 KB – 17 Pages

PAGE – 1 ============
TRADISI PERINGATAN (SLAMETAN) SESUDAH KEMATIAN SESEORANG DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Studi di Desa Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk melengkapi T ugas-tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: ZUL VIRDIANI Nim: C 100 040 103 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

PAGE – 2 ============
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa ma jemuk, terdiri dari berbagai suku bangsa yang menyebar di seluruh w ilayah tanah air Indonesia. Setiap suku bangsa itu mempunyai kehidupan dan kebudayaan sendiri yang berbeda antara suku satu dengan lainnya, demi kian juga halnya dengan suku Jawa yang terikat dengan kesatuan budaya Jawa dan memiliki budaya sendiri. Akan tetapi tidak berarti bahwa masy arakat Jawa menjadi terpisah dari masyarakat yang lain. Masyarakat Jawa tetap menjadi bagian dari bangsa Indonesia, termasuk kebudayaan yang dimiliki akan menjadi kekayaan budaya bangsa. Kebudayaan Jawa yang pada dasarnya bersifat momot , sejuk dan non sektaris jelas akan menunjang sema ngat gotong royong dan semangat kerukunan yang amat diperlukan dala m memupuk persatuan dan kesatuan Bangsa. Akar dari kebudayaan Jawa yang semacam itu telah menyatu dengan Pancasila sehingga tidak perlu ad a kekhawatiran bahwa pengembangan kebudayaan daerah (terutama Jawa) akan berdampak negatif terhadap pembinaan persatuan dan kesatuan Bangsa. 1 Kebudayaan Jawa dala m pelaksanaannya tidak akan menghambat masyarakat jawa sendiri dalam kehidupa n berbudaya. Satu aspek budaya Jawa yang potensial adalah toleransinya ya ng amat besar terhadap hal-hal yang berbeda, serta sifatnya ya ng sejuk yang dilandasi oleh rasa asih ing sesami 1 Sujatmo, Refleksi Budaya Jawa , Semarang: Efftar dan Dahara Prize, 1997, hal. 37

PAGE – 3 ============
2(artinya : rasa mengasihi sesama) sangat diperlukan dalam pengembangan kebudayaan nasional. 2 Dari uraian di atas maka dapat di ketahui bahwa masyarakat Jawa yang menjadi bagian dari bangsa Indone sia yang sangat ma jemuk menanggapi dengan positif terhadap pengaruh yang masuk dari luar. Keadaan semacam itu akan menjadi segi positif bagi masyarak at Jawa untuk berbudaya ke arah yang lebih baik. Dalam proses globalisasi dima na manusia dari segala bangsa dan suku bangsa saling bercampur-aduk dala m pacuan teknologi yang semakin canggih pastilah tidak ada kebudayaan yang imun terhadap pengaruh kebudayaan lain. 3 Dalam sejarah penyebaran agama Is lam di Jawa, Islam mengalami perkembangan yang cukup unik. Dari segi agama, suku Jawa sebelum menerima pengaruh agama dan kebuda yaan Hindu, masih dalam taraf animistis dan dinamistis. Mereka me muja roh nenek moyang, dan percaya adanya kekuatan gaib atau daya ma gis yang terdapat pada benda, tumbuh- tumbuhan, binatang, dan yang dianggap me miliki daya sakti. Kepercayaan dan pemujaan seperti tesebut di atas, de ngan sendirinya belum mewujudkan diri sebagai suatu agama secara nyata dan sadar. Dalam taraf keagamaan seperti itu, suku Jawa menerima pengaruh agama dan kebudayaan Hindu. Hinduisme pada prinsipnya bersendikan atas kebudayaan bangsa Hindu. Di Jawa Hinduisme ini kelihatan menyebar dari atas. Dengan cara melalui pemahaman dan pengolahan golongan bangsawan serta cendikiawan Jawa. Dari 2 Ibid, hal.39 3 Ibid, hal. 13

PAGE – 4 ============
3pemahaman dan pengolahan para cendi kiawan inilah orang-orang awam menerima pengaruh Hinduisme. Suatu hal yang sangat menarik diti njau dari sudut agama, adalah pandangan yang bersifat sinkretis ya ng mempengaruhi watak kebudayaan Jawa. Sinkretisme ditinjau dari segi agama adalah suatu sikap atau pandangan yang tidak mempersoalkan benar salahnya suatu agam a, yakni suatu sikap yang tidak mempersoalkan murni atau tidak murninya suatu agama. Orang yang berpaham sinkretis, semua agama dipandang baik dan benar. Penganut paham sinkretisme, suka memadukan unsu r-unsur dari berbagai agama, yang pada dasarnya berbeda atau bahkan be rlawanan. Sesudah kerajaan Majapahit runtuh, dan berganti dengan zaman Is lam, menjadikan dasar pandangan sinkretis dari kebudayaan jawa secara langsung menunjang pertumbuhan Islam kejawen. 4 Maka dalam sejarah penyebara n Islam di Jawa, berdasarkan atas kriteria pemeluk agama, ada dua jenis golongan yakni golongan Islam kejawen dan golongan Islam santri. Golongan Islam kejawen, dalam kesa daran dan cara hidupnya lebih ditentukan oleh tradisi-tr adisi Jawa pra-Islam. Ak an tetapi walaupun tidak menjalankan sholat atau puasa serta tidak bercita- cita naik haji, mereka percaya pada ajaran keimanan Kanjeng Nabi. Kecuali itu orang Islam kejawen ini tidak terhindar dari kewajiban be rzakat. Kebanyakan orang Jawa percaya bahwa hidup manusia di dunia ini sudah diatur dalam alam semesta, sehingga 4 Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita : Suatu Studi Terhadap Serat Wirid Hidayah Jati, Jakarta : UI-Press, 1988, hal. 1-2

PAGE – 5 ============
4tidak sedikit mereka yang bersikap nrima, yaitu menyerahkan diri kepada takdir. 5 Untuk golongan santri, mereka adalah penganut agama Islam di Jawa yang secara patuh dan teratur menjala nkan ajaran-ajaran dari agama Islam. 6 Dan ini merupakan bagian dari ajaran Islam yang memberikan pandangan secara jelas dan tegas dalam Al-Quran bahwa para penganutnya seharusnya mengamalkan ajaran Islam sesuai tu ntunan dalam Al-Quran, karena dalam agama Islam mengajarkan bahwa hanya Allah SWT yang patut disembah dan hanya kepada Allah SWT tempat kita mengadu, memohon kesejahteraan dan keselamatan. Orang yang beriman kepa da Allah, yakin bahwa hanya Allah yang dapat mendatangkan keuntungan dan ke rugian bagi seseorang, memberi dan mengambil kehidupan, menyerahkan dan mencabut kekuasaan. Keyakinan yang demikian ini akan menjadikan seorang mukmin tidak tergantung sama sekali ataupun takut kepa da kekuatan-kekuatan selain Allah. Dalam kepercayaan Islam hanya percay a pada satu kekuasaan di luar manusia yaitu Allah SWT. Manusia diwajibkan untuk beribadah dan menyembah hanya kepada Allah dengan ca ra dan proses seperti yang telah tercantum dalam Al-Quran. Dalam ajaran agama Islam jika umatnya menyembah selain Allah maka dianggap melanggar kewajiban dan itu merupakan dosa besar. Sebaga imana dalam firman Allah : 5 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia , jakarta : Djambatan, 1993, hal.367 6 Ibid, hal.376

PAGE – 6 ============
5 Artinya : fiSesunnguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa ya ng selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Bara ngsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesu ngguhnya ia telah tersesat sejauh- jauhnya.fl (QS.An-Nisaa : 116) Konsepsi hukum Islam yang berori entasi kepada agama dengan dasar doktrin keyakinan dalam me mbentuk kesadaran hukum manusia untuk melaksanakan syariat, sumber hukumnya merupakan satu kesatuan yang berasal dari hanya firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad, melalui cara nabi berkata, berbuat, dan diam (takrir) dalam menghadapi manusia dengan tingkah laku nya dapat dikembangkan sesuai suasana yang dibutuhkan dalam pergau lan hidup tetapi tidak menyimpang dari sumber hukum asalnya. 7 Dalam segala tingkah laku muslim sudah diatur dalam rangkaian Hukum Islam. Hukum Islam tidak hanya mengatur bagaimana cara seorang muslim berhubungan dengan Tuhannya tetapi juga mengatur tatacara manusia dalam hubunganya dengan manusia lain dalam suatu masyarakat. 7 R. Abdul Djamali, Hukum Islam , Bandung : Mandar Maju, 1997, hal. 67

PAGE – 8 ============
7bersesaji. Kedua cara terakhir ini kera p kali dijalankan oleh masyarakat Jawa di desa-desa. 8 Seperti pada kematian, orang ja wa umumnya berkeyakinan bahwa roh nenek moyang (makhluk halus) it u lama-kelamaan akan pergi dari tempat tinggalnya, dan pada saat-saat tertentu keluarganya akan mengadakan slametan untuk menanda i jarak yang ditempuh roh itu menuju alam roh, tempatnya yang abadi kelak. Namun roh itu dapat dihubungi oleh kaum kerabat sert a keturunannya setiap saat bila diperlukan.9 Masyarakat Islam Jawa memp unyai kebiasaan atau adat mengadakan selamatan orang mati, yaitu selamatan atau peringatan nigang ndinteni (hari ketiga), pitung ndinteni (hari ketujuh), ngawandasa ndinteni (hari keempat puluh), nyatus ndinteni (hari keseratus), mendak pisan (peringatan setahun meninggalnya), mendak kaping kalih (peringatan dua tahun meninggalnya), dan yang pali ng terakhir serta paling sering diperingati disele nggarakan yaitu nyewu (hari keseribu setelah meninggalnya). Upacara kumpul-kumpul untuk selamatan orang mati pada hari- hari tertentu itu menurut Prof. Dr. Hamka adalah menirukan agama Hindu. Namun dalam pelaksanaannya, hadirin yang kumpul di rumah duka pada hari-hari tertentu itu membaca bacaan-b acaan tertentu dipimpin oleh imam 8 Koentjaraningrat, Op. Cit., hal. 346 9 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa , Jakarta : Balai Pustaka, 1984, hal. 335

PAGE – 9 ============
8upacara. Rangkaian bacaan itu disebut tahlil, karena ada bacaan la ilaha illalloh .10 Selain makanan dan doa-doa yang dikirim untuk orang yang meninggal, orang jawa terkadang me lengkapinya dengan berbagai sesajen atau sesaji. Sesajen tersebut mempu nyai makna tersendiri dan tidak dapat diungkapkan dengan doa-doa. Masing -masing slametan tersebut mempunyai makna tersendiri sesuai dengan nama dan hitungan harinya berikut sesajen sebagai kelengkapannya. 11 Tradisi ritual setelah kematian tersebut sampai sekarang masih banyak dilakukan masyarakat karena didorong oleh suatu sistem keyakinan dan kepercayaa n yang kuat terhadap sistem nilai dan adat istiadat yang sudah berjalan turun te murun, sehingga mereka tidak berani melanggarnya. Bahkan seakan-akan tradisi tersebut tidak dipengaruhi oleh adanya modernitas. Walaupun ada sebagian masyarakat jawa yang sudah tidak berpegang pada tradisi keja wen. Mereka tidak meninggalkannya, melainkan dengan mengganti flisifl dari upacara tersebut dengan flwadahfl yang sama, yaitu dengan tahlilan sepe rti yang sudah dike mukakan di atas. Dari sisi lain sebagian masy arakat menganggap bahwa selamatan orang mati tersebut merupakan bid™ah , dan setiap bid™ah adalah sesat. Rosulullah bersabda: 10 Hartono Ahmad Jaiz, Tarekat, Tasawuf, Tahlilan, dan Maulidan , Surakarta : Wacana Ilmiah Press, 2007, hal. 125 11 Thomas Wijaya Bratawidjaja, Upacara Tradisional Masyarakat Jawa , Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1988, hal. 134

PAGE – 10 ============
9flHendaklah kalian menjauhi perkar a-perkara yang diada-adakan, maka sesungguhnya tiap-tiap yang diada-adakan itu bid™ah dan setiap bid™ah itu sesat.fl (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi) Apalagi dengan adanya sesaji ya ng terdapat dalam persyaratan slametan orang mati tersebut dikhaw atirkan masyarakat Islam di Jawa akan terjerumus dalam kemusrikan mengingat menurut pandangan Hukum Islam bahwa hal tersebut dilarang dalam Hukum Islam. Hal ini tentu akan menunjukkan adanya berbagai pandangan yang berbeda-beda baik bagi masyarakat jawa sebagai orang jawa, masyarakat Jawa sebagai orang Islam dan pandangan Hukum Islam itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka untuk dapat melihat bagaimana pandangan hukum islam terhadap pelaksanaan tradisi peringatan (slametan) setelah kematian seseor ang di desa Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar, maka penulis akan meneliti permasalahan tersebut dengan judul : flTradisi Peringatan (slametan) Sesudah Kematian Seseorang Pada Masyar akat Jawa Ditinjau Dari Hukum Islam (Studi di Desa Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar)fl.

PAGE – 11 ============
10B. Pembatasan Masalah Berangkat dari latar belakang masalah tersebut di atas, agar penelitian ini lebih terfokus maka masalah yang akan dijadikan pokok bahasan dalam penelitian ini adalah pandangan hukum islam terhadap tradisi peringatan (slametan) sesudah kematian seseorang pada masyarakat jawa di Desa Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar. C. Rumusan Masalah Ada pun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah alasan diadakannya trad isi peringatan (slametan) sesudah kematian seseorang di Desa Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar? 2. Bagaimanakah proses dan makna tradisi peringatan (slametan) sesudah kematian seseorang di Desa Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar? 3. Bagaimanakah pandangan Hukum Is lam terhadap tradisi peringatan (slametan) sesudah kematian seseor ang di Desa Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar?

55 KB – 17 Pages